Prinsip Hukum islam
Syari‟at
Islam adalah pedoman hidup yang ditetapkan Allah SWT untuk mengatur kehidupan
manusia agar sesuai dengan keinginan Al-Qur‟an dan
Sunnah.(3) Dalam kajian ilmu ushul fiqh, yang dimaksud dengan hukum Islam ialah
khitab (firman) Allah SWT yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf, atau dengan
redaksi lain, hukum Islam ialah seperangkat aturan yang ditetapkan secara
langsung dan lugas oleh Allah atau ditetapkan pokok-pokonya untuk mengatur
hubungan antara manusia dan tuhannya, manusia dengan sesamanya dan manusia
dengan alam semesta. Adapun Abu Zahrah mengemukakan pandangannya, bahwa hukum
adalah ketetapan Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang mukallaf
baik berupa iqtida (tuntutan perintah atau larangan), takhyir (pilihan) maupun
berupa wadh’i (sebab akibat). Ketetapan Allah dimaksudkan pada sifat yang telah
diberikan oleh Allah terhadap sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan
mukalaf.(4) Hasbi Ash-Shiddiqie mendefinisikan hukum secara lughawi adalah
“menetapkan sesuatu atas sesuatu.(5) Sebagaimana hukum-hukum yang lain, hukum Islam memiliki
prinsip-prinsip dan asas-asas sebagai tiang pokok, kuat atau lemahnya sebuah undang-undang,
mudah atau sukarnya, ditolak atau diterimanya oleh masyarakat, tergantung
kepada asas dan tiang pokonya.(6) Secara etimologi
(tata bahasa) prinsip adalah dasar, permulaan, aturan pokok.(7) Juhaya S. Praja
memberikan pengertian prinsip sebagai berikut: permulaan; tempat
pemberangkatan; itik tolak; atau al-mabda.(8)
Adapun
secara terminologi Prinsip adalah kebeneran universal yang inheren didalam
hukum Islam dan menjadi titik tolak pembinaannya; prinsip yang membentuk hukum
dan setiap cabang-cabangnya. Prinsip hukum Islam meliputi prinsip umum dan
prinsip umum. Prinsip umum ialah prinsip keseluruhan hukum Islam yang bersifat
unuversal. Adapun prinsip-prinsip khusus ialah prinsip-prinsip setiap cabang
hukum Islam.(9)
Prinsip-prinsip
hukum Islam menurut Juhaya S. Praja sebagai berikut :
1. Prinsip Tauhid
1. Prinsip Tauhid
Tauhid
adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada
dibawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam
kalimat La’ilaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah). Prinsip ini ditarik
dari firman Allah QS. Ali Imran Ayat 64. Berdasarkan atas prinsip tauhid ini,
maka pelaksanaan hukum Islam merupakan ibadah. Dalam arti perhambaan manusia
dan penyerahan dirinya kepada Allah sebagai manipestasikesyukuran kepada-Nya.
Dengan demikian tidak boleh terjadi setiap mentuhankan sesama manusia dan atau
sesama makhluk lainnya. Pelaksanaan hukum Islam adalah ibadah dan penyerahan
diri manusia kepada keseluruhan kehendak-Nya. Prinsip tauhid inipun
menghendaki dan memposisikan untuk menetapkan hukum sesuai dengan apa yang
diturunkan Allah (Al-Qur‟an dan
As-Sunah). Barang siapa yang tidak menghukumi dengan hukum Allah, maka orang
tersebut dapat dikateegorikan kedalam kelompok orang-orang yang kafir, dzalim
dan fasiq (Q.S. ke 5 Al-Maidah : 44, 45 dan 47).
Dari prinsip umum tauhid ini, maka lahirlah prinsip khusus yang merupakan kelanjutan dari prinsip tauhid ini, umpamanya yang berlaku dalam fiqih ibadah sebagai berikut :
a. Prinsip Pertama : Berhubungan langsung dengan Allah tanpa perantara --- Artinya bahwa tak seorang pun manusia dapat menjadikan dirinya sebagai zat yang wajib di sembah.
b. Prinsip Kedua : Beban hukum (takli’f) ditujukan untuk memelihara akidah dan iman, penyucian jiwa (tajkiyat al-nafs) dan pembentukan pribadi yang luhur --- Artinya hamba Allah dibebani ibadah sebagai bentuk/aktualisasi dari rasa syukur atas nikmat Allah.
Berdasarkan prinsip tauhid ini melahirkan azas hukum Ibadah, yaitu Azas kemudahan/meniadakan kesulitan. Dari azas hukum tersebut terumuskan kaidah-kaidah hukum ibadah sebagai berikut :
Dari prinsip umum tauhid ini, maka lahirlah prinsip khusus yang merupakan kelanjutan dari prinsip tauhid ini, umpamanya yang berlaku dalam fiqih ibadah sebagai berikut :
a. Prinsip Pertama : Berhubungan langsung dengan Allah tanpa perantara --- Artinya bahwa tak seorang pun manusia dapat menjadikan dirinya sebagai zat yang wajib di sembah.
b. Prinsip Kedua : Beban hukum (takli’f) ditujukan untuk memelihara akidah dan iman, penyucian jiwa (tajkiyat al-nafs) dan pembentukan pribadi yang luhur --- Artinya hamba Allah dibebani ibadah sebagai bentuk/aktualisasi dari rasa syukur atas nikmat Allah.
Berdasarkan prinsip tauhid ini melahirkan azas hukum Ibadah, yaitu Azas kemudahan/meniadakan kesulitan. Dari azas hukum tersebut terumuskan kaidah-kaidah hukum ibadah sebagai berikut :
a.
Al-ashlu fii al-ibadati tuqifu wal ittiba’ --- yaitu pada pokoknya ibadah itu
tidak wajib dilaksanakan, dan pelaksanaan ibadah itu hanya mengikuti apa saja
yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya ;
b.
Al-masaqqah tujlibu at-taysiir --- Kesulitan dalam melaksanakan ibadah akan
mendatangkan kemudahan
2.
Prinsip Keadilan
Keadilan
dalam bahasa Salaf adalah sinonim al-mi’za’n (keseimbangan/ moderasi). Kata
keadilan dalam al-Qur‟an kadang
diekuifalensikan dengan al-qist. Al-mizan yang berarti keadilan di dalam Al-Qur‟an
terdapat dalam QS. Al-Syura: 17 dan Al-Hadid: 25. Term „keadilan‟ pada umumnya
berkonotasi dalam penetapan hukum atau kebijaksanaan raja. Akan tetapi,
keadilan dalam hukum Islam meliputi berbagai aspek. Prinsip keadilan ketika dimaknai
sebagai prinsip moderasi, menurut Wahbah Az-Zuhaili bahwa perintah Allah
ditujukan bukan karena esensinya, sebab Allah tidak
mendapat keuntungan dari ketaatan dan tidak pula mendapatkan kemadaratan dari
perbuatan maksiat manusia. Namun ketaatan tersebut hanyalah sebagai jalan untuk
memperluas prilaku dan cara pendidikan yang dapat membawa kebaikan bagi
individu dan masyarakat.(10) Penggunaan term
“adil/keadilan” dalam Al-Quran diantaranya sebagai berikut :
a.
QS. Al-Maidah : 8 --- Manusia yang memiliki kecenderungan mengikuti hawa nafsu,
adanya kecintan dan kebencian memungkinkan manusia tidak bertindak adil dan
mendahulukan kebatilan daripada kebenaran (dalam bersaksi) ;
b.
QS. Al-An‟am : 152 --- Perintah kepada
manusia agar berlaku adil dalam segala hal terutama kepada mereka yang
mempunyai kekuasaan atau yang berhubungan dengan kekuasaan dan dalam
bermuamalah/berdagang ;
c.
QS. An-Nisa : 128 --- Kemestian berlaku adil kepada sesama isteri ;
d.
QS. Al-Hujrat : 9 --- Keadilan sesama muslim ;
e.
QS. Al-An‟am :52 --- Keadilan yang berarti
keseimbangan antara kewajiban yang harus dipenuhi manusia (mukalaf) dengan
kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban tersebut.
Dari prinsip keadilan ini lahir kaidah yang menyatakan hukum Islam dalam praktiknya dapat berbuat sesuai dengan ruang dan waktu, yakni suatu kaidah yang menyatakan elastisitas hokum Islam dan kemudahan dalam melaksanakannya sebagai kelanjutan dari prinsip keadilan, yaitu : .......
Artinya : Perkara-perkara dalam hukum Islam apabila telah menyeempit maka menjadi luas; apabila perkara-perkara itu telah meluas maka kembali menyempit. Teori „keadilan‟ teologi Mu‟tazilah melahirkan dua terori turunan, yaitu :
Dari prinsip keadilan ini lahir kaidah yang menyatakan hukum Islam dalam praktiknya dapat berbuat sesuai dengan ruang dan waktu, yakni suatu kaidah yang menyatakan elastisitas hokum Islam dan kemudahan dalam melaksanakannya sebagai kelanjutan dari prinsip keadilan, yaitu : .......
Artinya : Perkara-perkara dalam hukum Islam apabila telah menyeempit maka menjadi luas; apabila perkara-perkara itu telah meluas maka kembali menyempit. Teori „keadilan‟ teologi Mu‟tazilah melahirkan dua terori turunan, yaitu :
1)
al-sala’h wa al-aslah dan
2)
al-Husna wa al-qubh.
Dari
kedua teori ini dikembangkan menjadi pernyataan sebagai berikut :
a. Pernyataan Pertama : Allah tidaklah berbuat sesuatu tanpa hikmah dan tujuan” --- perbuatan tanpa tujuan dan hikmah adalah sia-sia
a. Pernyataan Pertama : Allah tidaklah berbuat sesuatu tanpa hikmah dan tujuan” --- perbuatan tanpa tujuan dan hikmah adalah sia-sia
b.
Pernyataan Kedua : Segala sesuatu dan perbuatan itu mempunyai nilai subjektif
sehingga dalam perbuatan baik terdapat sifat-sifat yang menjadi perbuatan baik.
Demikian halnya dalam perbuatan buruk. Sifat-sifat itu dapat diketahui oleh
akal sehingga masalah baik dan buruk adalah masalah akal.
3.
Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar
Hukum
Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia untuk menuju tujuan yang baik
dan benar yang dikehendaki dan ridloi Allah dalam filsafat hukum Barat
diartikan sebagai fungsi social engineering hukum. Prinsip Amar Makruf Nahi
Mungkar didasarkan pada QS. Al-Imran : 110, pengkategorian Amar Makruf Nahi
Mungkar dinyatakan berdasarkan wahyu dan akal.
4. Prinsip Kebebasan/Kemerdekaan
4. Prinsip Kebebasan/Kemerdekaan
Prinsip
kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar agama/hukum Islam disiarkan tidak
berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan, demontrasi, argumentasi.
Kebebasan yang menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan dl arti luasyg
mencakup berbagai macamnya, baik kebebasan individu maupun kebebasan komunal.
Keberagama dalam Islam dijamin berdasarkan prinsip tidak ada paksaan dalam
beragama (QS. Al-Baqarah : 256 dan Al-Kafirun: 5
5.
Prinsip Persamaan/Egalite
Prinsip
persamaan yang paling nyata terdapat dalam Konstitusi Madinah (al-Shahifah),
yakni prinsip Islam menentang perbudakan dan penghisapan darah manusia atas
manusia. Prinsip persamaan ini merupakan bagian penting dalam pembinaan dan
pengembangan hukum Islam dalam menggerakkan dan mengontrol sosial, tapi bukan
berarti tidak pula mengenal stratifikasi sosial seperti komunis
6.
Prinsip At-Ta‟awun
Prinsip
ini memiliki makna saling membantu antar sesama manusia yang diarahkan sesuai
prinsip tauhid, terutama dalam peningkatan kebaikan dan ketakwaan.
7.
Prinsip Toleransi
Prinsip
toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi yang menjamin tidak
terlanggarnya hak-hak Islam dan ummatnya --- tegasnya toleransi hanya dapat
diterima apabila tidak merugikan agama Islam. Wahbah Az-Zuhaili, memaknai
prinsip toleransi tersebut pada tataran penerapan ketentuan Al-Qur‟an
dan Hadits yang menghindari kesempitan dan kesulitan, sehingga seseorang tidak
mempunyai alasan dan jalan untuk meninggalkan syari‟at
ketentuan hukum Islam. Dan lingkup toleransi tersebut tidak hanya pada
persoalan ibadah saja tetapi mencakup seluruh ketentuan hukum Islam, baik
muamalah sipil, hukum pidana, ketetapan peradilan dan lain sebagainya.
Azas-azas
Hukum Islam
Azas
secara etimologi memiliki makna dalah dasar, alas, pondamen (Muhammad Ali, TT :
18). Adapun secara terminologinya Hasbi Ash-Shiddiqie mengungkapkan bahwa hukum
Islam sebagai hukum yang lain mempunyai azas dan tiang pokok sebagai berikut :
1.
Azas Nafyul Haraji --- meniadakan kepicikan, artinya hukum Islam dibuat dan
diciptakan itu berada dalam batas-batas kemampuan para mukallaf. Namun bukan
berarti tidak ada kesukaran sedikitpun sehingga tidak ada tantangan, sehingga
tatkala ada kesukaran yang muncul bukan hukum Islam itu digugurkan melainkan
melahirkan hukum Rukhsah.
2.
Azas Qillatu Taklif --- tidak membahayakan taklifi, artinya hukum Islam itu
tidak memberatkan pundak mukallaf dan tidak menyukarkan.
3.
Azas Tadarruj --- bertahap (gradual), artinya pembinaan hukum Islam berjalan
setahap demi setahap disesuaikan dengan tahapan perkembangan manusia.
4.
Azas Kemuslihatan Manusia --- Hukum Islam seiring dengan dan mereduksi sesuatu
yang ada dilingkungannya.
5.
Azas Keadilan Merata --- artinya hukum Islam sama keadaannya tidak lebih
melebihi bagi yang satu terhadap yang lainnya.
6.
Azas Estetika --- artinya hukum Islam memperbolehkan bagi kita untuk
mempergunakan/memperhatiakn segala sesuatu yang indah.
7.
Azas Menetapkan Hukum Berdasar Urf yang Berkembang Dalam Masyarakat --- Hukum
Islam dalam penerapannya senantiasa memperhatikan adat/kebiasaan suatu
masyarakat.
8.
Azas Syara Menjadi Dzatiyah Islam --- artinya Hukum yang diturunkan secara
mujmal memberikan lapangan yang luas kepada para filusuf untuk berijtihad dan
guna memberikan bahan penyelidikan dan pemikiran dengan bebas dan supaya hukum
Islam menjadi elastis sesuai dengan perkembangan peradaban manusia.
Epilog
Berdasarkan
pembahasan mengenai prinsip-prinsip dan azas-azas hukum Islam diatas, yang
menjadi inti pemahaman prinsip-prinsip dan azas-azas hukum Islam dapat
diketahui atau diarahkan pada tujuan penyariatan syariat Islam itu sendiri dan
apa yang akan dibawa hukum Islam untuk mencapau tujuannya. Hal tersebut adalah
sebagai berikut :
1.
Islam telah meletakkan di dalam undang-undang dasarnya, beberapa prinsip yang
mantap dan kekal, seperti prinsip menghindari kesempitan dan menolak mudarat,
wajib berlaku adil dan bermusyawarah dan memelihara hak, menyampaikan amanah,
dan kembali kepada ulama yang ahli untuk menjelaskan pendapat yang benar dalam
menghadapi peristiwa dan kasus-kasus baru, dan sebagainya berupa dasar-dasar umum
yang merupakan tujuan diturunkannya agama-agama langit, dan dijaga pula oleh
hukum-hukum positif dalam upaya untuk sampai kepada pengwujudan teladan
tertinggi dan prinsip-prinsip akhlak yang telah ditetapkan oleh agama-agama
namun hukum-hukum masih tetap menghadapi krisis keterbelakangan dari
undang-undang atau hukum yang dibawa oleh agama-agama langit.
2.
Dalam dasar-dasar ajarannya, Islam berpegang dengan konsisten pada perinsip
mementingkan pembinaan mental individu khususnya, sehingga ia menjadi sumber
kebaikan bagi masyarakat, karena apabila individu telah menjadi baik maka
masyarakat dengan sendirinya akan baik pula.
0 comments:
Post a Comment