Tuesday, April 16, 2013

Wali Nikah




Paling tidak harus ada 4 (empat) hal pokok yang menjadi rukun atas syahnya sebuah pernikahan. Bila salah satu dari semua itu tidak terpenuhi, batallah status pernikahan itu. Yaitu [1] Wali, [2] Saksi, [3] Ijab Kabul (akad) [4] Mahar.

I. Wali
Keberadaan wali mutlak harus ada dalam sebuah pernikahan. Sebab akad nikah itu terjadi antara wali dengan pengantin laki-laki. Bukan dengan pengantin perempuan.

Sering kali orang salah duga dalam masalah ini. Sebab demikianlah Islam mengajarkan tentang kemutlakan wali dalam sebuah akad yang intinya adalah menghalalkan kemaluan wanita. Tidak mungkin seorang wanita menghalalkan kemaluannya sendiri dengan menikah tanpa adanya wali.

Menikah tanpa izin dari wali adalah perbuatan mungkar dan pelakunya bisa dianggap berzina. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r  أَيُّمَا اِمْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا اَلْمَهْرُ بِمَا اِسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لا وَلِيَّ لَهُ

Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Siapapun wanita yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya itu batil. Jika (si laki-laki itu) menggaulinya maka harus membayar mahar buat kehormatan yang telah dihalalkannya. Dan bila mereka bertengkar, maka Sulthan adalah wali bagi mereka yang tidak punya wali. (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu Majah.)

عَنْ أَبِي بُرْدَةَ بْنِ أَبِي مُوسَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r  لا نِكَاحَ إِلا بِوَلِيٍّ
Dari Abi Buraidah bin Abi Musa dari Ayahnya berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda,"Tidak ada nikah kecuali dengan wali". (HR Ahmad dan Empat)

    Dari Al-Hasan dari Imran marfu'an,"Tidak ada nikah kecuali dengan wali dan dua saksi".(HR Ahmad). 

1. Siapakah yang bisa menjadi wali ?

Wali tidak lain adalah ayah kandung seorang wanita yang secara nasab memang syah sebagai ayah kandung. Sebab bisa jadi secara biologis seorang laki-laki menjadi ayah dari seorang anak wanita, namun karena anak itu lahir bukan dari perkawinan yang syah, maka secara hukum tidak syah juga kewaliannya.

2. Syarat Seorang Wali

2.1. Beragama Islam

Islam, seorang ayah yang bukan beragama islam tidak menikahkan atau menjadi wali bagi pernikahan anak gadisnya yang muslimah. Begitu juga orang yang tidak percaya kepada adanya Allah SWT (atheis). Dalil haramnya seorang kafir menikahkan anaknya yang muslimah adalah ayat Quran berikut ini :

وَلَن يَجْعَلَ اللّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً

Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.(QS. An-Nisa : 141)

2.2. Berakal

Berakal, maka seorang yang kurang waras atau idiot atau gila tidak syah bila menjadi wali bagi anak gadisnya.

2.3. Baligh

Maka seorang anak kecil yang belum pernah bermimpi atau belum baligh, tidak syah bila menjadi wali bagi saudara wanitanya atau anggota keluarga lainnya.

2.4. Merdeka

Dengan demikian maka seorang budak tidak syah bila menikahkan anaknya atau anggota familinya, meski pun beragama ISlam, berakal, baligh. 

3. Urutan Wali

Dalam mazhab syafi'i, urutan wali adalah sebagai berikut :

3.1. Ayah kandung
3.2. Kakek, atau ayah dari ayah
3.3. Saudara (kakak / adik laki-laki) se-ayah dan se-ibu
3.4. Saudara (kakak / adik laki-laki) se-ayah saja
3.5. Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah dan se-ibu
3.6. Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah saja
3.7. Saudara laki-laki ayah
3.8.Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah (sepupu)

Daftar urutan wali di atas tidak boleh dilangkahi atau diacak-acak. Sehingga bila ayah kandung masih hidup, maka tidak boleh hak kewaliannya itu diambil alih oleh wawli pada nomor urut berikutnya.Kecuali bila pihak yang bersangkutan memberi izin dan haknya itu kepada mereka.

Penting untuk diketahui bahwa seorang wali berhak mewakilkan hak perwaliannya itu kepada orang lain, meski tidak termasuk dalam daftar para wali. Hal itu biasa sering dilakukan di tengah masyarakat dengan meminta kepada tokoh ulama setempat untuk menjadi wakil dari wali yang syah. Dan untuk itu harus ada akad antara wali dan orang yang mewakilkan.

Dalam kondisi dimana seorang ayah kandung tidak bisa hadir dalam sebuah akad nikah, maka dia bisa saja mewakilkan hak perwaliannya itu kepada orang lain yang dipercayainya, meski bukan termasuk urutan dalam daftar orang yang berhak menjadi wali.

Sehingga bila akad nikah akan dilangsungkan di luar negeri dan semua pihak sudah ada kecuali wali, karena dia tinggal di Indonesia dan kondisinya tidak memungkinkannya untuk ke luar negeri, maka dia boleh mewakilkan hak perwaliannya kepada orang yang sama-sama tinggal di luar negeri itu untuk menikahkan anak gadisnya.

Namun hak perwalian itu tidak boleh dirampas atau diambil begitu saja tanpa izin dari wali yang sesungguhnya. Bila hal itu dilakukan, maka pernikahan itu tidak syah dan harus dipisahkan saat itu juga.

4. Wali 'Adhal 

Seorang ayah kandung yang tidak mau menikahkan anak gadisnya disebut dengan waliyul adhal, yaitu wali yang menolak menikahkan.

Dalam kondisi yang memaksa dan tidak ada alternatif lainnya, seorang hakim mungkin saja menjadi wali bagi seorang wanita. Misalnya bila ayah kandung wanita itu menolak menikahkan puterinya sehingga menimbulkan mudharat. Istilah yang sering dikenal adalah wali ?adhal.

Namun tidak mudah bagi seorang hakim ketika memutuskan untuk membolehkan wanita menikah tanpa wali aslinya atau ayahnya, tetapi dengan wali hakim. Tentu harus dilakukan pengecekan ulang, pemeriksaan kepada banyak pihak termasuk juga kepada keluarganya dan terutama kepada ayah kandungnya.

Dan untuk itu diperlukan proses yang tidak sebentar, karena harus melibatkan banyak orang. Juga harus didengar dengan seksama alasan yang melatar-belakangi orang tuanya tidak mau menikahkannya.

Sehingga pada titik tertentu dimana alasan penolakan wali ?adhal itu memang dianggap mengada-ada dan sekedar menghalangi saja, bolehlah pada saat itu hakim yang syah dari pengadilan agama yang resmi memutuskan untuk menggunakan wali hakim. Misalnya untuk menghindari dari resiko zina yang besar kemungkinan akan terjadi, sementara ayah kandung sama sekali tidak mau tahu.

Tetapi sekali lagi, amat besar tanggung-jawab seorang hakim bila sampai dia harus mengambil-alih kewalian wanita itu. Dan tentu saja keputusan ini harus melalui proses yang syah dan resmi menurut pengadilan yang ada. Bukan sekedar hakim-hakiman dengan proses kucing-kucingan.ÿ

Monday, April 8, 2013

Walimatul `Urs




Diantara rangkaian pernikahan adalah walimatul urs, yaitu sebuah jamuan makan yang menghadirkan para undangan sebuah pernikahan.

1. Makna Walimah

Kata walimah diambil dari kata Al-Walamu yang maknanya adalah pertemuan. Sebab kedua mempelai melakukan pertemuan.

Sedangkan secara istilah adalah hidangan / santapan yang disediakan pada pernikahan. Di dalam kamus disebutkan bahwa walimah itu adalah makanan pernikahan atau semua makanan yang untuk disantap para undangan.

2. Hukum Mengadakan Walimah

Jumhur ulama mengatakan bahwa mengadakan acara walimah pernikahan adalah sunah muakkadah. Dalilnya adalah hadits-hadits Rasulullah SAW berikut ini :

Dari Anas bin Malik ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,Baarakallahu laka, Lakukanlah walimah meskipun hanya dengan seekor kambing (HR. Muttafaqun alaih)

Dari Buraidah ra berkata bahwa ketika ali bin Abi Thalib melamar Fatimah ra, Rasulullah SAW bersabda,"Setiap pernikahan itu harus ada walimahnya. (HR. Ahmad 5/359)

Al-Hafiz Ibnu Hajar mengomentari hadits ini dengan ungkapan la ba'sa bihi

3. Waktu Penyelenggaraan

Tidak ada batasan tertentu untuk melaksanakan walimah, namun lebih diutamakan untuk menyelenggarakan walimah setelah dukhul, yaitu setelah pengantin melakukan hubungan seksual pasca akad nikah.

Hal itu berdasarkan apa yang selalu dilakukan oleh Rasulullah SAW, dimana beliau tidak pernah melakukan walimah kecuali sesudah dukhul.

4. Hukum Menghadiri Walimah

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menghadiri undangan walimah. Sebagian mengatakan wajib / fardhu `ain, sebagian lagi mengatakan fardhu kifayah dan sebagian lagi mengatakan sunnah.

4.1.. Fardhu 'Ain

Yang mengatakan fardhu `ain berdalil dengan hadits berikut ini :

Apabila kamu diundang walimah maka datangilah. (HR. Bukhari dan Muslim)

Makanan yang paling buruk adalah makanan walimah, bila yang diundang hanya orang kaya dan orang miskin ditinggalkan. Siapa yang tidak mendatangi undangan walimah, dia telah bermaksiat kepada Allah dan rasul-Nya. (HR. Muslim)

4.2. Fardhu Kifayah

Sedangkan yang mengatakan fardhu kifayah berlandaskan kepada esensi dan tujuan walimah, yaitu sebagai media untuk mengumumkan terjadinya pernikahan serta membedakannya dari perzinaan. Bila sudah dihadiri oleh sebagian orang, menurut pendapat ini sudah gugurlah kewajiban itu bagi tamu undangan lainnya.

Sedangkan yang mengatakan sunnah berlandaskan kepada argumen bahwa pada hakikatnya menghadiri walimah itu seperti orang menerima pemberian harta. Sehingga bila harta itu tidak diterimanya, maka hukumnya boleh-boleh saja. Dan bila diterima hukumnya hanya sebatas sunnah saja.

5. Yang Harus Diperhatikan

Dalam prakteknya, sering kita dapati orang begitu semangat untuk mengadaan walimah sehingga terkadang sampai melewati batas kewajaran dan mulai memasuki wilayah yang sebenarnya tidak lagi sesuai dengan rambu-rambu syariah.

Perintah walimah dengan makan-makan tentu tidak berarti kita dibenarkan untuk menghambur-hamburkan harta. Sebab orang yang menghambur-hamburkan harta termasuk saudaranya syetan.

5.1. Jangan Berlebihan

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُواْ إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra` : 27)

5.2.  Bukan Untuk Gengsi

Apalagi bila tujuannya sekedar gengsi dan ingin dianggap sebagai orang yang mampu, padahal semua itu dengan berhutang. Tidak perlu mengejar gengsi dan sebutan orang, juga jangan merasa menjadi dianggap pelit oleh orang lain. Kita keluarkan harta untuk walimah semampunya dan sesanggupnya. Kalau tidak ada, tidak perlu diada-adakan. Sebab yang penting acara walimahnya bisa berjalan, karena memang anjuran dari Rasulullah SAW.

Dalam kenyataannya, hal yang termasuk perlu kita kritisi adalah sikap mengharapkan adanya uang di angpau / amplop yang diselipkan para tamu. Bahkan dengan tidak malu-malu dituliskan di kartu undangan sebuah pesan yang intinya tamu jangan bawa kado, tapi bawa uangnya saja. Biar tidak tekor alias rugi.

5.3. Hendaknya Dengan Mengundang Fakir Miskin

Juga jangan sampai walimah itu menjadi sebuah hidangan makan yang terburuk, yaitu dengan mengkhususkan hanya orang kaya saja dengan melupakan orang miskin. Maka sungguh acara walimah seperti itu adalah walimah yang paling jahat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Makanan yang paling jahat adalah makanan walimah. Orang yang butuh makan (si miskin) tidak diundang dan yang diundang malah orang yang tidak butuh (orang kaya). (HR. Muslim)

Inilah walimah yang paling jahat dan alangkah sedihnya bila orang-orang miskin malah tidak dapat tempat, karena si empunya hajat hanya mengundang mereka yang perutnya sudah buncit saja. Maka marilah kita biasakan membuat acara walimah meski pun hanya sederhana saja.