Monday, February 18, 2013

DASAR -DASAR PENGETAHUAN



Kemampuan menalar ini menyebakan manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Secara simbolik manusia memakan buah pengetahuan lewat adam dan hawa dan setelah itu manusia harus hidup berbekal pengetahuan ini. Dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, serta mana yang indah mana yang jelek. Secara terus menerus dia dipaksa harus mengambil pilihan: mana jalan yang benar mana jalan yang salah, mana tindakan baik mana tindakan yang buruk dan apa yang indah dan apa yang jelek. Dalam melakukan pilihan ini manusia berpaling pada pengengetahuan.
Manusia adalah satu-satunya mahluk yang mengembangakan pengetahuan ini secara sungguh-sungguh dan manusia mngembangkan pengetahuannya mengatasi kebutuhan kelangsungan hidup ini. Dia memikirkan hal-hal yang baru, menjelajah ufuk baru, karna dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup, namun lebih dari itu.
Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama yakni, pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatar belakangi informasi tersebut. Tak ada seekor anjingpun, kata betrand russel dia berkata kepada temannya ”ayahku miskin namun jujur” kalimat ini berasal dari drama shakespeare yang terkenal dan tak ada seekor anjingpun sambung adam smith, yang secara sadar tukar menukar tulang dengan temannya, adam smith dalam hal ini berbicara tentang prinsip ekonomi, yakni proses pertukaran yang dilakukan homo oeconomicus yang mengembakakn pengetahuan berupa ilmu ekonomi.
Sebab kedua, yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantap, adalah kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara berpikir seperti tersebut disebut penalaran. Binatang mampu berpikir namun tidak mampu berpikir nalar, perbedaan utama antara seorang profesor nuklir dengan anak kecil yang membangun bom atom dari pasir di play groupnya tempat dia melakukan riset terltak pada kemampuannya dalam menalar.
Dua kelebihan inilah yang memungkinkan manusia mengembangkan pengetahuannya yakni bahasa yang bersifat komunikatif dan pikiran yang mampu menalar. Tentu saja tidak semua pengetahuan berasal dari proses penalaran. Manusia bukan semata-mata mahluk yang berpikir sekedar homo sapien yang seteril. Manusia adalah mahluk yang berpikir, merasa, mengindera dan totalitas pengetahuannya berasal dari ketiga sumber tersebut ; disamping wahyu : yang merupakan komunikasi sang pencipta dengan mahluknya.

2. HAKIKAT PENALARAN
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan mahluk yang berpikir, merasa, bersikap dan bertindak. Sikap dan tindakannya yang bersumber pada pengetahuaan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama maka oleh sebab itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itupun berbeda-beda. Dapat dikatakan tiap jalan pikiran mempunyai apa yang disebut sebagai kriteria kebenaran dan kriteria kebenaran ini merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut. Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran dimana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria kebenarannya masing-masing.
Ciri pertama ialah adanya : suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika yang setiap bentuk penalaran mempunyai logikanya sendiri atau dapat disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakn suatu proses berpikir logis, dimana berpikir logis disini harus diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau dengan perkataan lain menurut logika tertentu yang harus mempunyai konotasi yang bersifat jamak (plural) dan bukan tunggal (singgular).
Ciri yang kedua dari penalaran adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyadarkan diri pada suatu analisis dan kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan suatu analisis yang mempergunakan logika ilmiah dan demikian juga dengan penalaran lainya yang mempergunakan logikanya tersendiri pula. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu tanpa adanya pola berpikir tersebut maka tidak akan ada kegiatan analisis, sebab analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegian berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Untuk melakukan kegiatan analisis maka kegiatan penalaran tersebut harus diisi dengan materi pengetahuan yang berasal dari sumber kebenaran. Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta. Mereka berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham yang kemudian disebut rasionalisme. Sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran pengembanan paham empirisme. Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan dari penalaran dedukatif dan indukatif, dimana lebih lanjut penalaran dedukatif terkait dengan rasionalisme dan penalaran idukatif dengan empirisme oleh sebab itu maka dalam rangka mengkaji penalaran ilmiah kita harus terlebih dahulu menelaah dengan seksama penalaran dedukatif dan indukatif tersebut setelah ditelaah bermacam-macam sumber pengetahuan yang ada yakni rasio, pengalaman, intitusi dan wahyu. Pengetahuan mengenai hakikat hal-hal tersebut memungkinkan kita untuk menelaah hakikat ilmu dengan seksama.

3. LOGIKA
Alkisah, menurut cerita terdapat dalam khasanah humor ilmiah, seorang peneliti ingin menemukan apa yang sebenarnya menyebabkan manusia itu mabuk. Untuk itu dia mengadakan penelitian dengan mencampur berbagai minuman keras. Mula-mula dia mencampur air dengan wiski luar negeri yang setelah dengan habis diteguknya maka diapun terkapar mabuk, setelah siuman dia mencampur air dengan TKW, wiski lokal yang diminum dipinggir jalan sambil menghisap keretek, ternyata campuran inipun menyebabkan dia mabuk. Akhirnya dia mencampur air dengan tuak yang juga, seperti kedua campuran terdahulu menyebabkan dia mabuk. Berdasarkan penelitian itu maka dia menyimpulakan bahwa airlah yang menyebabkan manusia itu mabuk benar-benar masuk akal, bukan, namun apkah hal itu benar ?

Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, dimana logika secara luas dapat didefinisikan ”pengkajian untuk berpikir secara sahih”. Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan namun sesuai dengan tujuan studi yang memusatkan diri kepada penalaran ilmiah, penelahan yang sekasama hanya terdapat dua jenis cara penarikan kesimpulan yakni logika indukatif dan logika dedukatif. Logika indukatif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum sedangkan logika dedukatif yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara dedukatif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran dedukatif berdasarkan kedua premis tersebut. Dari contoh kita sebelumnya kita dapat membuat silogismus sebagai berikut:
Semua mahluk mempunyai mata (premis mayor)
Si polan adalah seorang mahluk (premis minor)
Jadi si polan mempunyai mata (kesimpulan) Kesimpulan yang diambil bahwa si polan mempunyai mata adalah sah menurut penalaran dedukatif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua premis yang mendukungnya. Pernyataan apakah kesimpulan itu benar maka hal ini harus dikembalikan kepada kebenaran premis yang mendahuluinya. Sekiranya kedua premis yang mendukungnya adalah benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya juga adalah benar. Mungkin saja kesimpulan itu salah meskipun kedua premisnya benar, sekiranya penarikan kesimpulannya adalah tidak sah.

4. SUMBER PENGETAHUAN
De omnibus dubitandum ! segala sesuatu harus diragukan desak Rene Descartes. Namun segala yang ada dalam hidup ini dimulai dengan meragukan sesuatu, bahkan juga Hamlet si peragu, yang berseru kepada Opelia :
Ragukan bahwa bintang – bintang itu api ;
Ragukan bahwa matahari itu bergerak ;
Ragukan bahwa keberan itu dusta ;
Tapi jangan ragukan cintaku.
Kebenaran adalah pernyataan tanpa ragu !
Baik logika dedukatif maupun logika indukatif, dalam proses penalarannya, mempergunkan premi-premis yang berupa pengetahuan yang dianggapnya benar. Kenyataan ini membawa kita kepada sebuah pernyataan : bagaimanakah caranya kita mendapatkan pengetahuan yang benar itu ? pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Yang pertama adalah mendasarkan diri kepada rasio dan yang kedua mendasarkan diri kepada pengalaman. Kaum rasionalis mengembangkan paham apa yang kita kenal dengan rasionalisme. Sedangkan mereka yang mendasarkan diri kepada pengalaman mengembangkan paham yang disebut juga empirisme.
Kaum rasionalis mempergunakan metode dedukatif . premis yang dipakai dalam penalarannya didapatkan dari ide yang menurut anggapannnya jelas dan dapt diterima. Ide ini menurut mereka bukanlah ciptaan pikiran manusia, prinsip itu sudah ada jauh sebelum manusia berusaha memikirkannya paham yang dikenal dengan nama idealisme.
Masalah utama yang timbul dalam penyusunan pengetahuan secara empiris ini ialah bahwa pengetahuan yang dikumpulkan itu cenderung untuk menjadi suatu kumpulan fakta-fakta. Kumpulan tersebut belum tentu bersifat konsistendan mungkin saja terdapat hal-hal yang bersifat kontradiktif.
Disamping rasionalisme dan empirisme masih terdapat cara untuk mendapatkan pengetahuan yang lain yang penting untuk kita ketahui adalah intuisi dan wahyu. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan sebagai dasr untuk menyusun pengetahuan secara teratur maka intuisi ini tidak bisa diandalkan. Pengetahuan intuitif dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakannya. Kegiatan intuitif dan analitik bisa bekerja saling membantu dalam menemukan kebenaran, bagi Maslow intuisi ini merupakan pengalaman puncak sedangkan bagi Nietzche merupakan inteligensi yang paling tinggi. Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia, pengetahuan ini disalurkan kepada nabi-nabi yang diutusnya sepanjang zaman. Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat transedental seperti latar belakang penciptaaan manusia dan hari kemudian di akhirat nanti.

5. KRITERIA KEBENARAN
Seorang anak kecil yang bary masuk sekolah, setelah tiga hari berselang, mogok tidak mau belajar. Orang tuanya mencoba memujuk dia dengan segala macam daya, dari iming-imingan gula-gula sampai ancaman sapu lidi, semuanya sia-sia. Setelah didesak-desak akhirnya dia berterus terang, bahwwa dia sudah kehilangana hasratnya untuk belajar sebab ternyata gurubya adalah seorang pembohong.
“coba ceritakan bagaiman dia berbohong” pinta orang tuanya sambil tersenyum
“tiga hari yang lalu dia berkata bahwa 3 + 4 = 7. dua hari yang lalu dia berkata 5 + 2 = 7, kemarin dia berkata 6 + 1 = 7, bukankah semu ini tidak benar ? “
Permasalahan yang sederhana ini membawa kita kepada apa yang disebut teori kebenaran. Apakah persyaratannya agar suatu jalan pikiran menghasilkan kesimpulan yang benar ?
Teori kebenaran yang berdasarkan kepada kriteria tersebut diatas disebut teori koherensi. Secar sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori koherensi suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsiten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Matematika ialah bentuk pengetahuan yang penyusunannya dilakukan pembuktian berdasarkan teori koheren. Sistem matematika disusun di atas beberapa dasar pernyataan yang dianggap benar yakni aksioma dengan mempergunkan beberapa aksioma maka disusnlah suatu teorama. Diatas teorama maka dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang secara keseluruhan merupakan suatu sistem yang konsisten. Plato (427-347 S.M.) dan Aristoteles (384-322 S.M.) mengembangkan teori koherensi berdasarkan pola pemikiran yang dipergunakan Euclid dalam menyusun ilmu ukurnya.
Paham lainnya adalah kebenaran yang berdasarkan kepada teori korespondensi, dimana eksponen utamanya adalah Bertrand Russell (1872-1970). Bagi penganut teori korespondensi maka suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorenspondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Maksudnya jika seseorang mengatakan bahwa ” Ibu Kota Republik Indonesia adalah Jakarta” maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek bersifat faktual yakni Jakarta yang memang menjadi Ibu Kota Republik Indonesia . sekiranya orang lain yang menyatakan bahwa ”Ibu Kota Republik Indonesia adalah Bandung’ maka pernyataan itu tidak benar sebab tidak terdapat obyek yang dengan pernyataan tersebut. Dalam hal ini maka secar faktual ”Ibu Kota Republik Indonesia adalah bukan Bandung melainkan Jakarta”. Kedua teori kebenaran ini yakni teori koherensi dan korespondensi kedua-duanya dipergunkan dalam berpikir secara ilmiah. Penalaran teoretis yang berdasarkan logika dedukatif jelas mempergunakan teori koherensi ini. Sedangkan proses pembuktian secara empiris dalam bentuk pengumpulan fakta-fakta yang mendukung suatu pernyataan tertentu mempergunakan teori kebenaran yang lain yang disebut teori kebanran pragmatis.
Teori pragmatis dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul ”How to Make Our Ideas Clear”. Teori ini kemudian dikembangkan oleh berberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalah kebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filsafat ini diantaranya adalah William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Herbert Mead (1863-1931 dan C.I Lewis. Pragmatisme bukanlah suatu aliran filsafat yang mempunyai doktrin-doktrin filsafati melainkan teori dalam penentuan kriteria kebenaran . kaum pragmatis berpaling kepada metode ilmiah sebagai metode untuk mencari pengetahuan tentang alam ini yang dianggapnya fungsional dan berguna dalam menafsirkan gejala-gejala alamiah.

0 comments:

Post a Comment