I.
Pendahuluan
Program
peningkatan mutu pendidikan selama ini secara terus menerus selalu
dilaksanakan, namun mutu pendidikan yang dicapai kelihatannya masih belum
memuaskan. Oleh sebab itu para pendidik hendaknya memainkan peran yang lebih
strategis. Para pendidik yang dimaksud adalah tenaga kependidikan pada lembaga
pendidikan formal, termasuk di dalamnya supervisor pendidikan.
Menurut
struktur Departemen Pendidikan Nasional, bahwa yang termasuk kategori
supervisor dalam pendidikan adalah kepala sekolah, penilik sekolah, dan para
pengawas di tingkat kabupaten/kotamadya, serta staf kantor bidang yang ada di
tiap propinsi (Purwanto, 2002: 78).Dalam Undang-undang
Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan adalah
anggota masyarakat mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan (Tim Fokusmedia, 2003: 3). Jadi, termasuk di
dalamnya para pengawas yang dalam kedudukannya antara supervisor dan
fasilitator diharapkan untuk bekerja keras dalam upaya pemutuan pendidikan.
Karena itulah, dapat dirumuskan bahwa pencapaian mutu pendidikan yang tinggi,
bukan saja terletak di tangan para guru, tetapi juga terletak di tangan para
pengawas. Secara kelembagaan, pengawas sekolah menengah merupakan tenaga
kependidikan yang dalam strukturnya berada pada Dinas tingkat kabupaten /
kotamadya, ia menangani dalam artian mengawasi beberapa sekolah menengah sesuai
dengan wilayah yang diberikan kepadanya. Dalam kaitan ini pengawas sekolah
harus memiliki komitmen kuat terhadap jabatan dan statusnya sebagai pegawai
negeri sipil (PNS).
Komitmen
pengawas terhadap tugas-tugas kepengawasan sebagaimana yang dijelaskan oleh
Danim (2002: 83), menunjukkan keragaman. Hal ini wajar karena masing-masing
pengawas memiliki persepsi yang berbeda tentang penjabaran tugas-tugasnya, dan
pada sisi lain para pengawas masing-masing berbeda obyek kepengawasannya,
misalnya ; bagi si A mengawasi beberapa sekolah yang letaknya jauh dari kota,
sementara si B mengawasi beberapa sekolah yang letaknya dikota. Juga pada sisi
lain, terjadinya perbedaan identifikasi dan obyek pengawasan. Hal ini semua
menyebabkan adanya persepsi kepengawasan yang berbeda-beda, yakni;
Pertama,
sebagian memersepsi keputusan untuk
memangku jabatan fungsional atau melakukan mutasi dari instansi sebelumnya ke
posisi pengawas untuk memperpanjang masa kerja, tanpa menghilangkan komitmen
mereka terhadap profesi kepengawasan.
Kedua,
sebagian lagi memandang bahwa tugas
dan fungsi kepengawasan yang harus dijalankan merupakan panggilan profesi yang
melekat pada dirinya, termasuk dalam kapasitas sebagai PNS. Dalam melaksanakan
profesinya itu, pada umumnya mereka berpendapat bahwa dimensi eksternal,
struktural-institusional, keterbatasan sumber daya teknikal, dan fasilitatif
seringkali menjadi sumber kendala. Meskipun begitu, kendala-kendala tersebut
tidak mereduksi komitmen mereka untuk menjalankan tugas-tugas kepengawasan.
Berkaitan dengan loyalitas, mereka berpendapat bahwa loyalitas pada atasan dan
kepada status sebagaiPNS lebih dominan daripada loyalitas kepada profesi
kepengawasan. Loyalitas semacam ini melekat pada dirinya karena sudah mengakar
sejak mereka diangkat sebagai PNS dan menduduki beberapa jabatan sebelum
diangkat sebagai pengawas.
Ketiga,
sebagian lagi memandang profesi
kepengawasan identik dengan tugas-tugas institusional yang digariskan oleh
atasan dan yang melekat pada dirinya sebagai PNS. Mereka berpendapat, loyalitas
pada status sebagai PNS adalah mutlak, sedangkan loyalitas pada profesi
merupakan hal yang implisit. Persepsi semacam ini mewarnai kinerja keseharian
mereka yang cenderung lebih bermental sebagai tenaga administratif dari pada
tenaga fungsional.
II.
Kinerja
Pengawas Sekolah dalam Upaya Peningkatan Mutu
Tenaga
struktural di lingkungan Dinas Pendidikan, terutama dari Kasi ke atas, Kepala
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dalam menjalankan tugas-tugas kedinasan
seringkali berfungsi ganda, yaitu melakukan pembinaan akdemik dan pembinaan
adminsitratif. Fungsi pembinaan akademik dijalankan oleh mereka antara lain
tatkala menjadi penatar, sedangkan fungsi administratif tetap melekat pada
jabatannya.
Berbeda
dengan pengawas, termasuk di dalamnya pengawas tingkat menengah yang cenderung
melakukan fungsi tunggal, yaitu fungsi pembinaan dan pengembangan
profesionalitas kepala sekolah dan guru, serta perbaikan mutu pendidikan
tingkat mikro yang ada pada wilayah tugasnya. Kaitannya dengan ini, dan untuk
mengetahui peranan kinerja pengawas sebagai tenaga pengembang dideskripsikan
oleh Danim (2002: 91), sebagai berikut:
Pertama,
dalam melaksanakan fungsi pembinaan
dan bimbingan profesional, pada umumnya pengawas sudah tampil pada lingkup
tugas dan fungsi yang harus dijalankan.
Kedua,
sebagian lagi memandang bahwa
pengawas belum memiliki tingkat profesionalitas yang tinggi, namun cukup
memadai dalam melaksanakan tugas pembinaan, baik dalam bidang administratif,
akademik, maupun teknis.
Ketiga,
menurut penilaian atasan, mereka
dipandang memiliki kemauan dan kemampuan untuk tumbuh mandiri secara
professional; mampu menciptakan hubungan kerjasama dan koordinasi yang baik
dengan Kepala Diknas, Kasubdit Dikmenum, dan Dinas Diknas Kabupaten/Kota; dan
dapat menjalin hubungan harmonis dengan kepala sekolah dan guru-guru.
Keempat,
pengawas cukup berpengalaman dalam
bidang kebijakan dan praktik kependidikan, tugas-tugas kepengawasan, banyak
aktif di kelompok kerja guru (KKG), dan memiliki pengalaman yang cukup luas
dalam bidang organisasi dan kemasyarakatan.
Kelima,
pada aspek personal pengawas
dipersepsi telah memiliki kemampuan hubungan personal dan sosial yang harmonis.
Keenam,
pengawas sendiri merasakan masih ada
kelemahan dalam berbagai hal, terutama berkaitan dengan pemilihan strategi
efektif dalam menerapkan prinsip, teknik, fungsi dan sasaran supervisi.
Ketujuh,
kelemahan itu mereka rasakan juga
dalam hal menjalankan tugas, seperti penguasaan bidang studi tertentu, dan
penguasaan teori dan praktek BP/BK di sekolah.
Kedelapan,
pengawas masih merasakan ada
kelemahan dalam hal kompetensi pribadi bagi pelaksanaan pembinaan,
pengendalian, dan penilaian terhadap guru dan kepala sekolah, serta kiat
melakukan hubungan sosial dan kemasyarakatan.
Berdasarkan
persepsi di atas, maka dapat dirumuskan kinerja pengawas sekolah menengah dalam
satu sisi dipandang sangat memadai untuk meningkatkan kemampuan profesional, pribadi,
dan sosial mereka erat kaitannya dengan tugas-tugas mikro pembelajaran atau
untuk pelaksanaan tugas-tugas operasional. Di sisi lain, kinerja pengawas
sekolah menengah dianggap simultan untuk mewujudkan peningkatan mutu pendidikan
dengan harus melakukan program pembinaan profesional para guru-guru secara
kontinyu atau terus-menerus, teratur dan komprehensif.
Dengan
demikian, dapat dirumuskan di sini bahwa dalam rangka pemutuan pendidikan
khusus pada tingkat sekolah menengah, maka pengawas sekolah menegah tersebut
hendaknya melakukan hal-hal berikut :
1. Membangkitkan dan merangsang
semangat guru-guru dan pegawai sekolah lainnya dalam menjalankan tugasnya
masing-masing dengan sebaik-baiknya.
2. Berusaha mengadakan dan melengkapi
alat-alat perlengkapan termasuk macam-macam media instruksional yang diperlukan
bagi kelancaran proses belajar mengajar yang baik.
3. Bersama kepala sekolah, guru-guru
berusaha mengembangkan, mencari dan menggunakan metode-metode baru dalam proses
belajar mengajar yang lebih baik
4. Membina kerjasa sama yang baik dan
harmonis antara kepala sekolah, guru-guru dan ppihak-pihak terkait, termasuk
siswa.
5. Berusaha mempertinggi mutu dan
pengetahuan guru-guru dengan melakukan bimbingan baik secara individu maupun
secara berkelompok.
Kinerja
pengawas sekolah menengah dapat dilihat dari bagaimana upaya mengendalikan
dalam artian mengawasi pelaksanan kurikulum, pelaksanaan pengajaran,
pengelolaan keuangan sekolah, dan jika kesemuanya ini berjalan dengan baik,
praktis bahwa mutu pendidikan mengalami peningkatan yang signifikan.
Sebaliknya, bila pengawas sekolah tidak mampu bertindak sebagai pengendali,
praktis bahwa kinerjanya dianggap kurang memadai.
Di samping
sebagai pengendali, kinerja pengawas sekolah menengah apat dilihat dari
kemampuannya dalam melaksanakan program subervisi sekolah, serta memberi
petunjuk perbaikan terhadap peyimpangan dalam pengelolaan sekolah.
Yang
terpenting pula untuk melihat kinerja pengawas sekolah menengah adalah
bagaimana ia melaksanakan tugas-tugas dengan baik dalam hal menilai proses dan
hasil pelaksanaan kurikulum berdasarkan ketetapan waktu; menilai pelaksanaan
kerja tenaga teknis sekolah; menilai pemanfaatan sarana sekolah; menilai
efisiensi dan keefektifan tata usaha sekolah; menilai hubungan kerja sama
dengan masyarakat. Jadi, jelaslah bahwa kinerja pengawas sekolah menengah dalam
peranannya, ia sebagai supervisi, pengendali dan penilai dalam dunia
pendidikan, yang pada gilirannya jika ia memperlihatkan kinerjanya yang efektif
dan efisien sesuai dengan kewajiban, maka akan bermuara pada pencapaian mutu
pendidikan yang tinggi.
III.
Penutup
Keberhasilan
peningkatan mutu pendidikan selama ini yang secara terus menerus selalu
dilaksanakan, memiliki keterkaitan erat dengan kinerja pengawas
sekolah.Pengawas sekolah menengah di tingkat kabupaten/kotamadya, yang
kedudukannya termasuk sebagai sebagai tenaga kependidikan sangat urgen artinya,
karena ia bertindak sebagai supervisor, fasilitator, pengendali dan penilai
dalam setiap kegiatan pendidikan.
Tugas dan
peran yang diemban oleh pengawas sekolah menengah tersebut, jika terlaksana
dengan baik sesuai dengan juklak dan peraturan perundang-undangan pendidikan,
maka dapat dianggap bahwa ia telah memiliki kinerja yang baik dan pada
gilirannya akan bermuara pada peningkatan mutu pendidikan.
KEPUSTAKAAN
Danim, Sudarman. Inovasi Pendidikan dalam Upaya
Peningkatan
Profesionalisme
Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Purwanto, M. Ngalim. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung:
Rodakarya,
1998.
Republik Indonesia. Peraturan pemerintah No. 38 Tahun 1992 tentang Tenaga
Kependidikan.
Jakarta: Depdikbud, 1992.
Sidi, Indra Jati (ed). Menuju Masyarakat Belajar; Menggagas Paradigma Baru
Pendidikan.
Jakarta: Paramadina, 2001.
Suryadi. A. Tilaar. H.A.R. Analisis Kebijakan Pendidikan; Suatu Pengantar.
IBandung:
Remaja karya, 1993.
Tim Redaksi Fokusmedia. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Nomor
20
Tahun 2003. Bandung: Fokusmedia, 2003