BAB
I
ASUHAN
KEBIDANAN PADA IBU MASA NIFAS
Asuhan yang diberikan pada ibu selama
masa nifas dan berada dirumah, lebih difokuskan pada perawatan dan pengawasan.
Karena pada masa nifas ibu cendrung lebih rentan dan sensitive.
Yang dimaksud dengan asuhan nifas
adalah Asuhan yang diberikan pada ibu yang
dimulai dari setelah melahirkan sampai dengan 6 minggu setelah
persalinan. Biasanya intervensi ini dilakukan dirumah.
MASA NIFAS ADALAH
Masa istirahat selama 4o hr sesudah
seorang ibu melahirkan dan masa ini
berlansung selama kira-kira 6 mg.
TUJUAN ASKEB NIFAS ADALAH
•
Menurunkan
angka kematian ibu nifas dan bayi
•
Menurunkan
angka kejadian infeksi pada ibu nifas
dan bayi
•
Medeteksi
sesegera mungkin komplikasi dan merujuk pada saat yang tepat
•
Mendukung
dan memperkuat keyakinan diri ibu dalam melaksanakan peran sebagai ibu baik
dalam merawat bayi dan pemberian asi.
BAB II
PELAYANAN YANG HRS DIBERIKAN PADA MASA NIFAS
•
Idealnya 4 kali selama masa nifas
•
Minimal
2 kali pemeriksaan harus dilakukan
selama ibu masa nifas, 1 kali minggu pertama, dan pemeriksaan kedua sebelum
minggu keempat setelah melahirkan.
PEMERIKSAAN ATAU KUNJUNGAN MASA NIFAS
4 KALI YAITU :

Bidan mengajarkan ibu untuk memeriksa kontraksi uterus,pemberia asi
dini, memberikan suntikan vit k, vit tambah darah,kapsul vit A, tanda bahaya pd
masa nifas, dan BBL.perawatan tali pusat,dan perawatan bayi sehari-hari.

Bidan memastikan pengecilan otot
rahim berjalan normal, memastikan ibu menyusui bayinya dengan benar, dan
memberitahukan tanda bahaya pd ibu dan bayi, dan perawatan nya.

sama dengan pelayanan yang diberikan
pada saat 6 hr setelah melahirkan

Bidan menanyakan apakah ada penyulit
dan bayi, dan mulai membicarakan tentang kontrasepsi yang mungkin menjadi
pilihan ibu dan keluarga.
TANDA BAHAYA PADA IBU NIFAS
•
Jumlah
perdarahan lebih dari 1 kain pembalut dalam waktu 1 jam dan ada gumpalan darah
dan perdarahan mengalir terus menerus.
•
Ada
deman tinggi lebih dari 2 hr
•
Keluar
cairan berbau dari vagina.
•
Ada
nyeri hebat dari rahim ibu.
•
Bengkak
dimuka,tangan,kaki,sakit kepala serta kejang.
•
Payudara
bengkak dan kemerahan disertai rasa sakit
•
Tekanan
darah yang meningkat ibu merasa pusing dan lemas berlebihan.
KEBUTUHAN DASAR IBU SELAMA MASA NIFAS :







BAB
III
POST
PARTUM BLUES
post-partum blues sudah dikenal sejak lama. Savage
pada tahun 1875 telah menulis referensi di literature kedokteran mengenai suatu
keadaan disforia ringan pasca-salin yang disebut sebagai ‘milk fever
‘ karena gejala disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi. Dewasa
ini, post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity blues
atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan
yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan, dan ditandai dengan
gejala-gejala seperti : reaksi depresi /sedih/disforia, menangis , mudah
tersinggung (iritabilitas), cemas, labilitas perasaan, cenderung menyalahkan
diri sendiri, gangguan tidur dan gangguan nafsu makan. Gejala-gejala ini mulai
muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara
beberapa jam sampai beberapa hari. Namun pada beberapa minggu atau bulan
kemudian, bahkan dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat.
post-partum blues ini dikategorikan sebagai sindroma
gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga
tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya, akhirnya
dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan
perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang
gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi
dan psikosis pasca-salin, yang mempunyai dampak lebih buruk, terutama dalam
masalah hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anaknya.
Dalam dekade terakhir ini, banyak
peneliti dan klinisi yang memberi perhatian khusus pada gejala psikologis yang
menyertai seorang wanita pasca salin, dan telah melaporkan beberapa angka
kejadian dan berbagai faktor yang diduga mempunyai kaitan dengan gejala-gejala
tersebut. Berbagai studi mengenai post-partum blues di luar negeri
melaporkan angka kejadian yang cukup tinggi dan sangat bervariasi antara
26-85%, yang kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan populasi dan
kriteria diagnosis yang digunakan.
Banyak faktor diduga berperan pada
sindroma ini, antara lain adalah:
1) Faktor hormonal, berupa perubahan
kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan estriol yang terlalu rendah atau
terlalu tinggi. Kadar estrogen turun secara bermakna setelah melahirkan,
ternyata estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase.
Yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi baik noradrenalin maupun
serotonin yang berperan dalam suasana hati dan kejadian depresi;
2) Faktor demografik yaitu umur dan
paritas;
3) Pengalaman dalam proses kehamilan dan
persalinan;
4) Latar belakang psikososial wanita
yang bersangkutan, seperti; tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan
yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi
serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan
teman). Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga,
dan teman memberi dukungan moril (misalnya dengan membantu pekerjaan rumah
tangga, atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah) selama ibu
menjalani masa kehamilannya.
Di luar negeri skrining untuk
mendeteksi gangguan mood / depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca
salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa
kuesioner dengan sebagai alat bantu.
Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS)
merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas
perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya
berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta
mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-partum blues . Kuesioner
ini terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4
(empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai
dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan
harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5
menit. Cox et. Al., mendapati bahwa nilai skoring lebih besar dari 12 (dua
belas) memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk
mendiagnosis kejadian post-partum blues . EPDS juga telah teruji
validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan
Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila
hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian.
Post-partum blues atau gangguan mental pasca-salin
seringkali terabaikan dan tidak ditangani dengan baik. Banyak ibu yang ‘
berjuang ‘ sendiri dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka merasakan
ada suatu hal yang salah namun mereka sendiri tidak benar-benar mengetahui apa
yang sedang terjadi. Apabila mereka pergi mengunjungi dokter atau sumber-sumber
lainnya Untuk minta pertolongan, seringkali hanya mendapatkan saran untuk
beristirahat atau tidur lebih banyak, tidak gelisah, minum obat atau berhenti
mengasihani diri sendiri dan mulai merasa gembira menyambut kedatangan bayi
yang mereka cintai.
Penanganan gangguan mental
pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda dengan penanganan gangguan mental
pada momen-momen lainya. Para ibu yang mengalami post-partum blues
membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan
pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis
seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka
membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari
situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan dan/atau
istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan yang
praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk
mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin menghilangkan
beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan
perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan dari para
ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam
bidang tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan
penting untuk mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan
mental pasca-salin dan segera memberikan penanganan yang tepat bila terjadi
gangguan tersebut, bahkan merujuk para ahli psikologi/konseling bila memang
diperlukan Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan
bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang
memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk
penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta
penanganannya.
Dibutuhkan pendekatan
menyeluruh/holistik dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum
blues . Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan
pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka
mungkin pada saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa
dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan
psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami,
keluarga dan juga teman dekatnya.
0 comments:
Post a Comment