Abstrak
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan salah satu masalah
kesehatan yang penting di negara-negara berkembang. Faktor penyebabnya adalah
masalah anemia defisiensi zat besi selama kehamilan. Untuk Jawa Timur pada tahun 2005 terdapat ibu hamil
dengan kasus anemia 42% dengan bayi BBLR sebanyak 65,4%. Di Kota Batu pada
tahun 2005 terdapat 62,5% bayi BBLR dan di Puskesmas Beji sebesar 52%. Penelitian
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat konsumsi Fe, asam folat dan
vitamin C ibu yang melahirkan bayi BBLR dengan status anemia pada saat hamil
trimester III yang merupakan penelitian analitik observasional dengan desain Cross Sectional di wilayah kerja
Puskesmas Beji Kota Batu Kabupaten Malang, pada bulan Desember 2006 dengan 35
ibu yang melahirkan bayi BBLR yang menggunakan teknik Total sampling. Hasilnya ada
19 responden memiliki status anemia pada saat hamil trimester III dan 16
responden berstatus tidak anemia. Tiga responden (37,14%) berusia 27-31 tahun
dan 17 responden (48,57%) berpendidikan tamat SLTP yang bekerja sebagai ibu
rumah tangga sebanyak 15 responden (42,86%). 23 responden (65,71%) memiliki
tingkat konsumsi protein dengan kategori Diatas Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan
12 responden (34,28%) termasuk kategori Sesuai AKG. Tingkat konsumsi Fe, terdapat 35 responden
<30 mg/hari dengan skor frekuensi konsumsinya 50-150 (60%). Tingkat konsumsi
asam folat, terdapat 29 responden (82,86%) ≥ 600-800 µg/hari dengan skor
frekuensi konsumsinya 201-300 (51,43%). Sedangkan Tingkat konsumsi vitamin C
terdapat 35 responden (100%) ≥ 60 mg/hari dengan skor frekuensi konsumsinya
201-300 (48,57%). Analisis chi-square
didapatkan hasil signifikasi sebesar p=0,000 dengan α=0,05.
Sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan antara tingkat konsumsi Fe, asam folat dan vitamin C ibu
yang melahirkan bayi BBLR dengan status anemia pada saat hamil trimester III.
Kata Kunci : Mikronutrien,
Anemia, BBLR.
PENDAHULUAN
Sampai saat ini bayi
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan salah satu masalah kesehatan
yang penting di negara-negara berkembang. Penelitian Villiar dkk tahun 1992
menunjukkan bahwa angka kejadian bayi BBLR di negara berkembang 4 kali lebih
besar dibandingkan di negara maju yaitu sebesar 82,3%1. Berbagai
penelitian telah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor resiko bayi BBLR,
yang secara garis besar disebabkan oleh faktor
ibu, janin, dan plasenta. Diantara faktor-faktor tersebut, masalah
anemia defisiensi zat besi selama kehamilan merupakan faktor resiko yang
menarik untuk dikaji, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia karena prevalensinya
berdasarkan SKRT cukup tinggi (70%)2
. Untuk Jawa Timur pada tahun
2005 terdapat ibu hamil dengan kasus anemia 42%. Sedangkan bayi yang lahir
dalam keadaan BBLR sebanyak 65,4%3. Di Kota Batu pada tahun 2005
terdapat 62,5% bayi yang lahir dengan keadaan BBLR. Dari hasil laporan empat
puskesmas di Batu, diperoleh prosentase bayi BBLR tertinggi di Puskesmas Beji
yaitu sebesar 52%4. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan
antara tingkat konsumsi Fe, asam folat dan vitamin C ibu yang melahirkan bayi BBLR
dengan status anemia pada saat hamil trimester III.
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini
merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan penelitian adalah Cross Sectional. Besar sampel minimal
yang dibutuhkan adalah 35 ibu yang melahirkan bayi BBLR dengan status anemia
dan tidak anemia pada saat hamil trimester III mulai Januari 2005 sampai
Desember 2006 di wilayah kerja Puskesmas Beji dengan menggunakan teknik total
sampling. Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Beji Kecamatan Beji kota Batu di bulan
Desember 2006. Instrumen yang digunakan adalah Kuesioner terbuka/tertutup, Form
Food Frequency Questionaire (FFQ), Form Recall 24 jam, Food processor program
SPSS versi 11,0, Kalkulator, Food models. Dari data yang diperoleh kemudian
dianalisa dengan cara diskriptif dan analitik. Cara analitik menggunakan uji
statistik untuk mengetahui hubungan antara tingkat konsumsi Fe, asam folat, dan
vitamin C pada status anemia ibu hamil trimester ketiga terhadap BBLR memakai uji
Chi-square pada tingkat kepercayaan
95%. Pengolahan dan analisa data
dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 11,0.
HASIL PENELITIAN
Ada 35 responden yang
melahirkan bayi BBLR dengan 19 responden memiliki status anemia pada saat hamil
trimester III dan 16 responden berstatus tidak anemia. Terdapat 13 responden
(37,14%) berusia 27-31 tahun dan 17 responden (48,57%) berpendidikan tamat SLTP
dengan pekerjaan utama sebagai ibu rumah tangga sebanyak 15 responden (42,86%).
Tingkat
Konsumsi Protein
Distribusi tingkat konsumsi protein responden
terdapat pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Distribusi Tingkat
Konsumsi Protein
Tingkat Konsumsi Protein
|
Jumlah (n)
|
%
|
Diatas AKG
Sesuai AKG
Dibawah AKG
|
23
12
0
|
65,71
34,28
0
|
Jumlah
|
35
|
100
|
Berdasarkan pada tabel 16 diketahui bahwa terdapat 23 responden
(65,71%) memiliki tingkat konsumsi protein dengan kategori Diatas AKG dan 12
responden (34,28%) termasuk kategori sesuai AKG.
Tingkat Konsumsi Fe, Asam
Folat dan Vitamin C
Untuk tingkat konsumsi Fe ibu yang melahirkan
bayi BBLR dengan status anemia dan tidak anemia pada trimester III <30
mg/hari sebanyak 100% dengan skor frekuensi konsumsinya 50-150 (60%).
Pemberian asam folat pada wanita hamil tidak
saja berguna untuk perkembangan otak sejak janin berwujud embrio, tetapi
menjadi kunci penting pertumbuhan fungsi otak yang sehat selama kehamilan. Pada
tabel 2-3 dapat diketahui bahwa untuk tingkat konsumsi asam folat responden ≥
600-800 µg/hari sebanyak 82,86% dengan skor frekuensi konsumsinya 201-300
(51,43%).
Selain pemberian zat besi dan asam folat, salah
satu cara penanggulangan anemia defisiensi zat besi pada ibu hamil yaitu dengan
mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah yang banyak dan sesuai kecukupan gizinya.
Hal ini dikarenakan vitamin C memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membantu
absorbsi zat besi pada ibu hamil. Dari tabel 2-3 dapat diketahui bahwa untuk
tingkat konsumsi vitamin C responden ≥ 60 mg/hari sebanyak 100% dengan skor
frekuensi konsumsinya 201-300 (48,57%).
Tabel 2. Hubungan Karakteristik
Status Anemia Responden Dengan Tingkat Konsumsi Fe, Asam Folat dan Vitamin C
Status Anemia
Karakteristik
|
Kadar Hb
|
α
|
p
|
p < α
|
|||
< 11 mg/dL
|
≥ 11 mg/dL
|
||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
||||
Tingkat Konsumsi Fe :
< 30 mg/hari
≥ 30 mg/hari
|
19
0
|
54,28
0
|
16
0
|
45,72
0
|
0,05
|
0,000
|
0,000<0,05
|
Tingkat Konsumsi Asam Folat :
< 600-800 µg/hari
≥ 600-800 µg/hari
|
6
0
|
17,14
100
|
0
29
|
0
82,86
|
0,05
|
0,000
|
0,000<0,05
|
Tingkat Konsumsi Vitamin C :
< 60 mg/hari
≥ 60 mg/hari
|
0
19
|
0
54,28
|
0
16
|
0
45,72
|
0,05
|
0,000
|
0,000<0,05
|
Tabel 3. Hubungan Karakteristik Status Anemia Responden Dengan Skore
Frekuensi Tingkat Konsumsi Fe, Asam Folat dan Vitamin C
Status Anemia
Skor Frekuensi
|
Kadar Hb
|
α
|
p
|
p < α
|
|||
< 11 mg/dL
|
≥ 11 mg/dL
|
||||||
n
|
%
|
N
|
%
|
||||
Tingkat Konsumsi Fe :
< 50
50-150
151-250
251-350
> 350
|
2
17
2
0
0
|
5,71
48,57
5,71
0
0
|
0
4
5
3
2
|
0
11,43
14,29
8,57
5,71
|
0,05
|
0,000
|
0,000<0,05
|
Tingkat Konsumsi Asam Folat :
100-200
201-300
301-400
401-500
> 500
|
7
10
4
0
0
|
20
28,57
11,43
0
0
|
0
8
1
4
1
|
0
22,86
2,85
11,43
2,85
|
0,05
|
0,000
|
0,000<0,05
|
Tingkat Konsumsi Vitamin C :
< 100
100-200
201-300
301-400
401-500
|
1
4
14
2
1
|
2,85
11,43
40
5,71
2,85
|
0
2
3
3
5
|
0
5,71
8,57
8,57
14,29
|
0,05
|
0,000
|
0,000<0,05
|
Adapun status anemia ibu yang melahirkan bayi
BBLR dengan status anemia pada saat hamil trimester III terdapat pada tabel 4.
Tabel 4.Distribusi Status Anemia Responden
Kadar Hb
|
Jumlah (n)
|
%
|
< 11 mg/dL
≥ 11 mg/dL
|
19
16
|
54,28
45,72
|
Dari tabel 4. dapat diketahui bahwa status
anemia ibu yang melahirkan bayi BBLR berdasarkan kadar Hb nya terdapat 54,28%
dengan kadar Hb <11 mg/dL dan 45,72% dengan kadar Hb ≥11 mg/dL.
Analisis
Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel 2 dan 3 di atas dengan
menggunakan uji statistik chi-square pada tingkat kepercayaan 95% dengan
p<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat
konsumsi Fe, asam folat dan vitamin C dengan status anemia ibu pada saat hamil
trimester III terhadap bayi BBLR yang dilahirkannya. Sedangkan berdasarkan
tabel 4, didapatkan p<0,05 (0,000<0,05) yang berarti bahwa terdapat
hubungan antara status anemia ibu dengan bayi BBLR yang dilahirkan.
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, tingkat konsumsi protein
responden termasuk kategori diatas AKG yaitu sebesar 65,71%. Namun jenis
protein yang dikonsumsi adalah protein nabati yang terdapat pada
kacang-kacangan, tempe dan tahu dengan jumlah yang tidak sesuai AKG. Hal ini
tidak dapat membantu untuk meningkatkan kadar Hb karena jenis protein yang
dapat berpengaruh pada peningkatan Hb adalah protein hewani yang terdapat pada
daging, ayam, ikan, telur, susu dan mentega. Berdasarkan kondisi sosial ekonomi
dan jenis pekerjaan responden, maka hal ini merupakan suatu kendala yang sangat mempengaruhi daya beli keluarga.
Jenis sayuran yang lebih banyak dikonsumsi
responden adalah bayam, kangkung, daun singkong dan daun melinjo. Sayuran
tersebut mempunyai kandungan zat gizi yang cukup tinggi namun tidak dikonsumsi
sesuai kecukupan nilai gizinya. Asam folat terdapat pada hampir setiap sayuran
yang berdaun hijau segar, jeruk, kentang dan serealia. Dalam penelitian ini,
pola konsumsi responden sudah sesuai dan hal ini dapat dilihat dari frekuensi
sayuran yang sering mereka konsumsi yaitu bayam, daun singkong, kangkung, sawi
dan kentang. Tetapi kandungan asam folat yang ada di dalamnya akan terbuang
sia-sia jika pengolahan yang tidak tepat seperti memasak sayuran tersebut
sampai mendidih dan berwarna kecoklatan.
Interaksi antara vitamin C dengan zat besi
merupakan contoh interaksi yang menguntungkan, karena vitamin C dapat
meningkatkan kelarutan zat besi sehingga akan lebih mudah diserap oleh tubuh.
Pada penelitian ini tingkat konsumsi vitamin C responden sudah cukup baik namun
untuk tingkat konsumsi Fe responden yang masih rendah sehingga hal tersebut
tidak dapat membantu dalam meningkatkan kadar Hb.
Penyebab utama anemia gizi khususnya pada ibu
hamil disebabkan karena kurangnya ketersediaan zat besi dalam tubuhnya sehingga
diperlukan pemberian suplemen zat besi mulai awal kehamilan sampai dua bulan
setelah melahirkan. Seluruh responden yang berjumlah 35 orang juga mendapatkan
Tablet Tambah Darah (TTD) yang mereka peroleh dari bidan di polindes atau
puskesmas saat mereka memeriksakan kandungannya atau pada saat ada posyandu.
Akan tetapi pada penelitian ini didapatkan 13 responden (37,14%) yang menerima
TTD pada umur kehamilan 4-6 bulan, 10 responden (28,57%) menerima TTD pada umur
kehamilan 7-9 bulan dan 12 responden (34,28%) menerima TTD di usia kehamilan
1-3 bulan. Dari 35 responden terdapat 31 responden (88,57%) mendapatkan TTD
sebanyak 30 tablet selama 1 bulan dan 4 responden (11,43%) mendapat TTD
sebanyak 30 tablet selama > 3 bulan. Seluruh responden juga telah
menghabiskan TTD yang diberikan oleh bidan dengan aturan minum tiap hari 1
tablet. Salah satu faktor yang
menyebabkan tidak sesuainya pemberian TTD pada ibu hamil adalah karena faktor
keefektivitasan dan biaya yang mahal untuk pembelian TTD oleh Puskesmas Beji
sehingga pemberiannya tidak sesuai dengan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh
ibu hamil. Adanya keluhan dari
ibu-ibu yang diberi pil besi yaitu berupa gangguan saluran cerna bagian atas (nausea, sakit lambung, muntah) dan bawah
(diare, konstipasi) . Keluhan ini dapat dikurangi dengan pemberian pil besi yang sifatnya slow release. Hal tersebut tidak terjadi pada seluruh
responden dalam penelitian ini karena hanya 6 responden yang merasakan keluhan
mual setelah minum TTD dan 2 responden yang mengeluh muntah.
Berdasarkan hal tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa tingkat konsumsi zat besi, asam folat, vitamin C dan
pemberian suplemen zat besi sangat mempengaruhi resiko terjadinya anemia pada
ibu hamil dan bayi BBLR yang dilahirkannya.
KESIMPULAN
1. Faktor yang menjadi penyebab dari BBLR adalah
anemia yang terjadi pada saat hamil trimester III. Anemia yang banyak dialami
disebabkan karena tingkat konsumsi zat besi, asam folat dan vitamin c yang
kurang dari kecukupan gizinya.
2. Kurangnya tingkat pengetahuan dan pendidikan
tentang pola makan yang seimbang dan beraneka ragam selama hamil serta kondisi
ekonomi keluarga yang dapat mempengaruhi daya beli juga merupakan salah satu
faktor penyebab anemia dan BBLR.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Davidson,
dkk. 2002. Prematurity and fetal growth restriction. Early
Hum Dev 81(1): 43-49.
2. DinKes Batu. 2005. Laporan
Tahunan Kesehatan Kota Batu. DinKes Batu: Batu.
3. DinKes Jawa Timur. 2005. Laporan Tahunan Prevalensi Empat Masalah Gizi Jawa Timur. DinKes
Jatim: Surabaya.
4.
Direktorat Gizi
Indonesia. 2003. Upaya Mensukseskan Program
Perbaikan Gizi Indonesia. DepKes RI: Jakarta.
5.
G. Argana. 2002. Penelitian Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kadar Hb pada WUS Umur 20-35 Tahun. FKM UI: Jakarta .
6.
Golub , MS . 1995. Development Zink Defficiency and
Behaviorral. J.Nutr. 125:2263S-2271S.
7.
Guthrie,
H.A. Introductory
Nutrition. Mosby Company. London .
8.
Hambidge,
K.M. 1997. Zinc
Defficiency in Young Children. Am. J. Clin. Nutr. 65:160.
Hardinsyah, 1999. Data
dasar Studi Intervensi Biskuit Multi Gizi Ibu Hamil pada Tumbuh Kembang Anak
yang dilahirkan. Jurusan Gizi Masyarakat &