Masa remaja adalah masa yang penuh
gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan
hal-hal yang baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan mereka kelak. Disaat
remajalah proses menjadi manusia dewasa berlangsung. Pengalaman manis, pahit,
sedih, gembira, lucu bahkan menyakitkan mungkin akan dialami dalam rangka
mencari jati diri. Sayangnya, banyak diantara mereka yang tidak sadar bahwa
beberapa pengalaman yang tampaknya menyenangkan justru dapat menjerumuskan.
Rasa ingin tahu dari para remaja kadang-kadang kurang disertai pertimbangan
rasional akan akibat lanjut dari suatu perbuatan. Daya tarik persahabatan antar
kelompok, rasa ingin dianggap sebagai manusia dewasa, kaburnya nilai-nilai
moral yang dianut, kurangnya kontrol dari pihak yang lebih tua (dalam hal ini
orang tua), berkembangnya naruli seks akibat matangnya alat-alat kelamin
sekunder, ditambah kurangnya informasi mengenai seks dari sekolah/lembaga
formal serta bertubi-tubinya berbagai informasi seks dari media massa yang tidak
sesuai dengan norma yang dianut menyebabkan keputusan-keputusan yang diambil
mengenai masalah cinta dan seks begitu kompleks dan menimbulkan gesekan-gesekan
dengan orang tua ataupun lingkungan keluarganya.
A.Pendahuluan
Berbagai
kota besar amat menjanjikan kemudahan bagi para kaum mudanya. Diskotik, pusat
perbelanjaan, pusat-pusat hiburan merupakan ajang pertemuan kaum muda dengan
segala pernak-perniknya. Kehidupan yang penuh gejolak ini seringkali membuat
kaum muda kepada "perilaku seks bebas" bahkan "menyimpang".
Cinta
dan seks merupakan salah satu problem terbesar dari remaja dimanapun didunia
ini. Kehamilan remaja, pengguguran kandungan, terputusnya sekolah, perkawinan
usia muda, perceraian, penyakit kelamin, penyalahgunaan obat, merupakan akibat
buruk petualangan cinta dan seks yang salah disaat remaja. Tidak jarang masa
depan mereka yang penuh harapan hancur berantakan karena masalah cinta dan
seks.
B.Upaya
Mengenal Kehidupan Remaja
Akibat
matangnya alat kelamin sekunder maka di usia 13 - 15 tahun pada pria dan di
usia 12 -14 tahun pada wanita, terjadi perubahan fisik dan emosi. Mereka masuk
ke dalam suatu masa yaitu masa pubertas. Masa ini dikenal sebagai masa
peralihan dari masa anak-anak menjadi dewasa muda. Salah satu perubahan
terpenting dengan matangnya alat kelamin sekunder tadi mereka mulai tertarik
kepada lawan jenisnya. Kenikmatan tentang cinta dan seks yang ditawarkan oleh
berbagai informasi, baik berupa majalah, tayangan telenovela, film, internet
yang mengakibatkan fantasi-fantasi seks mereka berkembang dengan cepat, dan
bagi mereka yang tidak dibekali dengan nilai moral dan agama yang kukuh,
fantasi-fantasi seks tersebut ingin disalurkan dan dibuktikan melalui perilaku
seks bebas maupun perilaku seks pranikah saat mereka pacaran. Disinilah titik
rawannya. Gairah seks yang memuncak pada pria terjadi pada usia 18-20 tahun,
padahal diusia tersebut mereka masih bersekolah/kuliah sehingga tidak mungkin
melakukan pernikahan. Akibatnya mereka menyalurkan gairah seks mereka yang
tingi dengan melakukan onani ataupun seks pranikah. Penyaluran melalui onani
sebenarnya merupakan penyaluran seks yang sehat sebatas tidak berlebihan, namun
disayangkan mitos-mitos yang berkembang di masyarakat begitu menakutkan
sehingga kaum muda sering dipojokkan, terutama dengan perasaan dosa saat
melakukan onani. Untuk itu pendidikan seks bagi para siswa SMP dan SMA
sebaiknya diberikan agar mereka sadar bagaimana menjaga agar organ-organ
reproduksinya tetap sehat.
C.
Berpacaran yang Sehat dan Bebas Aids
Adalah
sesuatu yang mustahil, melarang remaja untuk melakukan interaksi dengan lawan
jenisnya. Proses interaksi yang lebih lanjut yang diwujudkan dengan berpacaran
merupakan hal yang wajar dan baik bagi pengembangan aspek kematangan emosional
remaja itu sendiri. Namun, harus ada rambu-rambu yang dipasang agar tidak
terjadi berpacaran yang berlebihan, apalagi sampai melakukan hubungan seksual
dan terjadi kehamilan yang tidak diinginkan dan pada akhirnya mengambil jalan
pintas dengan menggugurkan kandungan. Untuk itu hal-hal di bawah ini perlu
mendapatkan perhatian:
1.
Hati - hati berpacaran
Setelah
melalui fase "ketertarikan" maka mulailah pada fase saling mengenal
lebih jauh alias berpacaran. Saat ini adalah saat paling tepat untuk mengenal
pribadi dari masing-masing pasangan. Sayangnya, tujuan untuk mengenal pribadi
lebih dekat, sering disertai aktivitas seksual yang berlebihan. Makna
pengenalan pribadi berubah menjadi pelampiasan hawa nafsu dari masing-masing
pasangan. Ungkapan kasih sayang tidak seharusnya diwujudkan dalam bentuk
aktivitas seksual. Saling memberi perhatian, merancang cita-cita serta membuka
diri terhadap kekurangan masing-masing merupakan bagian penting dalam masa
berpacaran. Aktivitas fisik seperti saling menyentuh, mengungkapkan perasaan
kasih sayang, ciuman kasih sayang adalah hal tidak terlalu penting, namun
sering dianggap sebagai bagian yang indah dari masa berpacaran. Pada
batas-batas tertentu hal ini dapat diterima, namun lebih dari aktivitas
tersebut, apalagi pada hal-hal yang menjurus pada hubungan seksual tidak dapat
diterima oleh norma yang kita anut. Karena justru aktivitas seksual akan
mengotori makna dari pacaran itu sendiri.
2.
"No Seks"
Katakan
"tidak", jika pasangan menghendaki aktivitas berpacaran melebihi
batas. Terutama bagi remaja putri permintaan seks sebagai "bukti
cinta", jangan dipenuhi, karena yang paling rugi adalah pihak wanita.
Ingat, sekali wanita kehilangan kegadisannya, seumur hidup ia akan menderita,
karena norma yang dianut dalam masyarakat kita masih tetap mengagungkan
kesucian. Berbeda dengan wanita, keperjakaan pria tidak pernah bisa dibuktikan,
sementara dengan pemeriksaan dokter kandungan dapat ditentukan apakah seorang
gadis masih utuh selaput daranya atau tidak.
3.
"Rem Keimanan"
Iman,
merupakan rem paling pakem dalam berpacaran. Justru penilaian kepribadian
pasangan dapat dinilai saat berpacaran. Mereka yang menuntut hal-hal yang
melanggar norma-norma yang dianut, tentunya tidak dapat diharapkan menjadi
pasangan yang baik. Seandainya iapun menjadi suami atau istri kelak tentunya
keinginan untuk melanggar norma-norma pun selalu ada. Untuk itu, "Say Good
Bye" sajalah...! Masih banyak kok pria dan wanita yang mempunyai iman dan
moral yang baik yang kelak dapat membantu keluarga bahagia.
4.
Bahaya Kehamilan di Usia Muda
Kehamilan
terjadi jika terjadi pertemuan sel telur pihak wanita dan spermatozoa pihak
pria. Dan hal itu biasanya didahului oleh hubungan seks. Kehamilan pada remaja
sering disebabkan ketidaktahuan dan tidak sadarnya remaja terhadap proses
kehamilan. Bahaya kehamilan pada remaja:
- Hancurnya masa depan remaja tersebut.
- Remaja wanita yang terlanjur hamil akan mengalami kesulitan selama kehamilan karena jiwa dan fisiknya belum siap.
- Pasangan pengantin remaja, sebagian besar diakhiri oleh perceraian (umumnya karena terpaksa kawin karena nafsu, bukan karena cinta).
- Pasangan pengantin remaja sering menjadi cemoohan lingkungan sekitarnya.
- Remaja wanita yang berusaha menggugurkan kandungan pada tenaga non medis (dukun, tenaga tradisional) sering mengalami kematian strategis.
- Pengguguran kandungan oleh tenaga medis dilarang oleh undang-undang, kecuali indikasi medis (misalnya si ibu sakit jantung berat, sehingga kalau ia meneruskan kehamilan dapat timbul kematian). Baik yang meminta, pelakunya maupun yang mengantar dapat dihukum.
- Bayi yang dilahirkan dari perkawinan remaja, sering mengalami gangguan kejiwaan saat ia dewasa.
Disamping
terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki, seks yang dilakukan sebelum
menikah akan mengandung berbagai masalah antara lain tuntutan suami akan
keperawanan, berbagai penyakit kelamin (termasuk AIDS), stress berkepanjangan,
kemandulan (karena infeksi) dan lain-lain.
5.
Kiat Sadar Diri
Yang
sering terjadi adalah pasangan lepas kendali karena terbuai aktivitas
berpacaran. untuk itu beberapa tips agar tidak terbuai:
- Niatkan bahwa tujuan berpacaran adalah untuk saling mengenal lebih dekat.
- Hindari tempat yang terlalu sepi atau tempat yang mengandung aktivitas seksual.
- Hindari makan makanan yang merangsang sebelum/selama pacaran.
- Hindari bacaan/film porno yang merangsang sebelum/selama pacaran.
- Jangan dituruti kalau pasangan menuntut aktivitas pacaran yang berlebihan, sambil mengingatkan bahwa hal itu akan mengotori tujuan dari berpacaran.
Oleh
karena itu bahwa gaya pacaran yang sehat merupakan sesuatu yang perlu
diperhatikan agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Gaya pacaran
yang sehat mencakup berbagai unsur yaitu sebagai berikut:
- Sehat Fisik.
Tidak ada kekerasan dalam berpacaran. Dilarang saling memukul, menampar ataupun menendang. - Sehat Emosional.
Hubungan terjalin dengan baik dan nyaman, saling pengertian dan keterbukaan. Harus mengenali emosi diri sendiri dan emosi orang lain. Harus mampu mengungkapkan dan mengendalikan emosi dengan baik. - Sehat Sosial.
Pacaran tidak mengikat, maksudnya hubungan sosial dengan yang lain harus tetap dijaga agar tidak merasa asing di lingkungan sendiri. Tidak baik apabila seharian penuh bersama dengan pacar. - Sehat Seksual.
Dalam berpacaran kita harus saling menjaga, yaitu tidak melakukan hal-hal yang beresiko. Jangan sampai melakukan aktivitas-aktivitas yang beresiko, apalagi melakukan hubungan seks.
D.
Pengaruh Perilaku Seks Bebas pada Intelektualitas
Pusat
aktifitas seks adanya di otak, yaitu bagian di otak yang bernama
"Hypotalamus" (batang otak). Hypotalamus yang mengatur gairah seks
(libido), keinginan seks (motivasi), sementara otak besar mengatur fantasi seks
dan pengalaman seks. Adanya rangsangan seks yang datang melalui panca indera
(penglihatan, penciuman, dan sentuhan) masuk ke dalam otak dan melalui susunan
saraf yang kompleks, melalui tulang belakang, menimbulkan ereksi, maupun
pembasahan vagina (lubrikasi). Semakin ditundanya usia perkawinan oleh karena
berbagai sebab (kemampuan sosio-ekonomi, pendidikan, dll), mengakibatkan
penyaluran seks yang sehat dan alamiah terganggu, sementara sebagai media
menyajikan bermacam bentuk pornografi yang merangsang gairah dan keinginan seks
kaum muda. Mereka yang tahu akan bahaya seks pranikah menyalurkannya melalui
masturbasi, sementara yang lain melakukan berbagai tingkatan aktivitas seks,
mulai dari bercumbu sampai melakukan hubungan seks.
Makin
banyak seseorang melakukan fantasi seks makin cenderung untuk melakukan
aktifitas seks, sementara perasaan berdosa, mitos-mitos yang menakutkan,
kehamilan yang tidak diinginkan, berbagai penyakit kelamin menghantui mereka.
Akibatnya sering terjadi konflik di dalam jiwa mereka dan tentunya keadaan ini
dapat mengganggu perkembangan intelektualitasnya.
Pendidikan
seks yang benar dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat kita dapat mengurangi
konflik dan mitos-mitos yang salah yang selama ini berkembang dalam masyarakat
kita, sehingga dapat meningkatkan kemampuan intelektualitas seseorang
.
Unwanted Pregnancy (UWP) atau kehamilan tak diinginkan merupakan terminologi yang biasa dipakai di kalangan medis untuk memberi istilah adanya kehamilan yang tidak dikehendaki oleh wanita bersangkutan maupun lingkungannya. Umumnya UWP berkisar pada terjadinya kehamilan di luar nikah, sehingga bukan kebahagiaan yang diperoleh, tetapi sebuah penolakan akan kenyataan yang sedang dialaminya. Apakah hanya pada kondisi demikian latar belakang UWP? Ternyata tidak. Ada beberapa kejadian yang biasanya mendahului UWP, meskipun kehamilan didapatkan dalam pernikahan. Antara lain jumlah anak sudah cukup banyak, merasa umur terlalu tua untuk hamil, riwayat kehamilan atau persalinan sebelumnya yang penuh penyulit dan komplikasi, alasan ekonomi, merasa telanjur mengonsumsi obat atau menderita kelainan yang dikhawatirkan membuat cacat pada anak, riwayat melahirkan anak cacat (mungkin lebih dari satu kali), pasangan suami-istri di ambang perpecahan, dan kegagalan penggunaan alat KB atau kontrasepsi. Hal lain yang lebih menyedihkan adalah kehamilan hasil perkosaan atau kehamilan pada ibu cacat mental. Hasil hubungan sesama anggota keluarga sedarah (incest) kadang juga dijumpai. Masih sederet lagi alasan yang dianggap sebagai penyebab UWP bisa kita dapatkan di klinik sehari-hari, malahan kadang latar belakangnya sederhana, seperti malu dilihat tetangga karena anak bungsunya masih kecil kok sudah hamil lagi. Berbagai Sikap Penerimaan Sepertinya sebuah fenomena yang mengada-ada, tetapi data dari badan terpercaya seperti UNFPA (United Nations Populations Fund) mengungkap, 75 juta atau sepertiga kehamilan dari sekitar 200 juta kehamilan setiap tahun di seluruh dunia adalah kehamilan yang tidak diinginkan. Jelas angka kejadian tersebut membuat kita terperanjat dan bisa menempatkan seberapa penting masalah tersebut untuk dipahami dan dikaji untuk dicari pendekatan pemecahannya yang terbaik. Bagaimana sikap wanita yang mengalami UWP? Ada tiga sikap penerimaan, yaitu (1) segera menerima dan meneruskan kehamilan sampai melahirkan dengan wajar saja, (2) mulanya menolak, tetapi kemudian menerimanya dengan beban psikologis yang mengganggu kehamilan dan proses persalinan, dan (3) tetap menolak dan berupaya untuk tidak meneruskan kehamilan. Penyelesaian pertama adalah yang terbaik, tidak ada risiko menyalahi etika atau melanggar norma yang ada. Pasangan yang segera bisa menerima kehamilannya, tak akan banyak menghadapi masalah. Agar bisa menerima kehamilan segera, dituntut konsep pemikiran yang dewasa dan bijaksana, sedangkan dari pihak tenaga kesehatan dibutuhkan kemampuan melakukan konseling secara baik. Pengaruh Faktor Psikis Bagi yang menerima dengan berat hati harus diperhitungkan dampak psikologis yang timbul, agar dapat dicarikan penyelesaian dan upaya mengantisipasi selama berlangsungnya kehamilan dan proses persalinan. Selain upaya medis, harus tetap diusahakan pendekatan yang bersifat memperbaiki goncangan psikologis karena sangat berarti dalam penanganan kasus seperti ini. Tentu diharapkan wanita yang hamil tersebut dapat menerima dengan baik, dan menjalani kehamilannya secara wajar. Pada wanita hamil dengan beban psikologis, gejala-gejala tidak mengenakkan yang sering didapatkan di masa kehamilan akan dirasakan lebih berat. Contohnya, muntah-muntah di kehamilan awal bisa dialami sangat berlebihan sampai menimbulkan komplikasi yang mengganggu kesehatan umum. Motivasi untuk mengonsumsi nutrisi yang baik pun bisa terganggu. Kadang perhatian yang kurang terhadap kehamilan dan janin dimanifestasikan sebagai keengganan kontrol secara teratur, bahkan malas minum suplemen yang diberikan. Kualitas kesehatan janin bisa jadi tidak akan sebaik yang diharapkan. Di akhir kehamilan gangguan emosional bisa lebih meningkat karena bertambah dengan kecemasan menjelang persalinan. Gejala depresif dan gangguan tidur dapat dialami. Kontraksi rahim bisa dirasakan berlebihan. Faktor psikologis merupakan faktor dominan yang memengaruhi berlangsungnya persalinan. Perlangsungan dan kemajuan persalinan dapat terganggu dan risiko bedah cesar meningkat. Pasca persalinan juga bisa terpengaruh. Keengganan merawat dan memberikan air susu kepada bayinya sering ditemui. Produksi air susu juga bisa menurun. Kesemuanya akan berdampak pada kualitas kesehatan bayi. Abortus Provokatus Bagi yang sama sekali tidak menerima kehamilannya, mereka akan berusaha atau memikirkan alternatif penghentian kehamilan. Menurut laporan WHO, tiap tahun terjadi 50 juta pengguguran kandungan di seluruh dunia, 20 juta di antaranya berkategori unsafe (tidak aman) dan 95 persen dilakukan di negara berkembang. Diperkirakan 200 orang meninggal setiap hari akibat proses dan komplikasi pengguguran kandungan (abortus provokatus) di seluruh dunia. Beberapa kasus dapat disimak di bawah ini. Nany tergolek di kamar ICU dalam keadaan tidak sadar. Kadang terjadi serangan kejang. Dari hari ke hari kondisinya menurun akibat infeksi tetanus. Heru, pacarnya, hanya bisa menunggu di samping tempat tidurnya dengan pilu. Nany dan Heru bukan orang tak berpendidikan dan miskin. Keduanya mahasiswa tahun terakhir. Nany anak dokter kepala rumah sakit, sedangkan Heru anak pejabat tinggi lembaga hukum. Mereka memilih aborsi setelah tahu Nany hamil 2 bulan. Seorang dukun didatanginya. Menurut pengakuan Heru, sang dukun berhasil melakukan pengguguran dengan memasukkan sesuatu ke vagina Nany lalu memberinya jamu. Sebulan Nany terkapar di ICU, tetapi dokter tak berhasil mempertahankan hidupnya. Nany mengembuskan napas terakhir di depan ayah dan ibunya. Wanti, mahasiswi perguruan tinggi swasta, datang ke unit gawat darurat dalam keadaan pucat pasi kehabisan darah. Perdarahan masih mengalir dari vagina. Menurut pengakuan teman kosnya, siangnya Wanti mendatangi perawat kesehatan untuk menggugurkan kandungan. Perawat itu memasukkan sebuah alat dan memberinya obat yang kemudian menimbulkan rasa sakit perut hebat. Malam itu juga Wanti menjalani operasi. Saat pembedahan dokter menemukan robekan pada rahim yang terus berdarah. Setelah operasi lebih dari 2 jam, dokter berhasil menjahit dan menghentikan perdarahan, meski Wanti akhirnya meninggal di ICU akibat komplikasi infeksi yang meluas ke seluruh tubuhnya. Solusi Sembarangan Sangat banyak dijumpai wanita yang mengalami UWP minum jamu atau obat secara membabi-buta dan sembarangan, seperti kasus Prapto dan Prapti ini. Mereka suami istri yang sedang giat membangun industri kecil sebagai bentuk perjuangan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih layak. Mereka belum menginginkan anak meski sudah empat tahun berumah tangga, dan menganggap kehadiran anak akan mengganggu pekerjaannya. Dua kali kehamilan digagalkan dengan cara minum obat pelancar haid. Saat dijumpai, Prapto sedang memandangi bayi laki-laki hasil kehamilan Prapti yang ketiga. Bayi mungil itu begitu tampannya, tak kalah dengan pelakon sinetron. Sayangnya ia tak punya tangan dan kaki. Prapto mengaku, dia memang membeli obat pelancar haid berbentuk bulat kehitaman kecil 12 biji untuk menggagalkan kehamilan istrinya. Ternyata upayanya tidak berhasil, kehamilan berlangsung terus. Sering terjadi mereka yang melakukan aborsi lantas menyesalinya. Seperti dialami Faisal dan Betty. Sebelum menikah Betty pernah hamil dan aborsi. Setelah 6 tahun menikah, buah hati yang diharapkan tak kunjung datang karena adanya kerusakan akibat infeksi, yang diduga diperoleh saat pengguguran. Bisa jadi orang yang mengalami UWP mencari tangan yang lebih aman, meski kenyataannya kadang lain. Ade meninggal di meja operasi saat aborsi karena ada masalah dalam teknik pelaksanaannya. Sejatinya bagi dokter kandungan tindakan abortus provokatus bukan operasi besar, tetapi jatuhnya korban meninggal atau komplikasi yang memilukan cukup sering dijumpai. Dari sisi norma apa pun, termasuk hukum dan agama, pengguguran kandungan tidak dibenarkan. Jalan pintas yang diambil saat menghadapi masalah UWP jelas bukan sikap yang baik. Pendekatan Menghadapinya Apa yang sebaiknya dilakukan untuk menghindari UWP? Pendidikan seks yang bijak di lingkup keluarga, sekolah, dan masyarakat mutlak diperlukan. Penyebaran pengetahuan dan menggiatkan penggunaan kontrasepsi harus ditanamkan kepada pasangan yang belum menghendaki kehamilan. Upaya konseling yang bermutu dan pembekalan metode serta materi konseling kepada petugas kesehatan dan tokoh masyarakat sangat dibutuhkan agar dapat dipilih sikap yang terbaik bila berhadapan dengan kasus UWP. Kalangan yang terkait kebijakan di bidang kesehatan harus menaruh perhatian pada besarnya masalah UWP dengan melakukan upaya nyata untuk menghindari kekerasan seksual terhadap wanita, mengetahui secara komprehensif dan mampu melakukan pengendalian status dan masalah reproduksi di masyarakat.
0 comments:
Post a Comment