Rukun
Nikah IV : Mahar / Mas Kawin
Salah
satu bentuk pemuliaan Islam kepada seorang wanita adalah pemberian mahar saat
menikahinya. Mahar adalah harta yang diberikan pihak calon suami kepada calon
istrinya untuk dimiliki sebagai penghalal hubungan mereka.
Dahulu
di zaman jahiliah wanita tidak memiliki hak untuk dimiliki sehingga urusan
mahar sangat bergantung kepada walinya. Walinya itulah yang kemudian menentukan
mahar, menerimanya dan juga membelanjakannya untuk dirinya sendiri. Sedangkan
pengantin wanita tidak punya hak sedikitpun atas mahar itu dan tidak bisa
membelanjakannya.
Maka
datanglah Islam menyelesaikan permasalahan ini dan melepaskan beban serta mewajibkan
untuk memberikan mahar kepada wanita. Islam menjadikan mahar itu menjadi
kewajiban kepada wanita dan bukan kepada ayahnya.
وَآتُواْ
النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ
نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا
Berikanlah
maskawin kepada wanita sebagai pemberian dengan penuh kerelaan . Kemudian jika
mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati,
maka makanlah pemberian itu yang sedap lagi baik akibatnya.(QS. An-Nisa: 4)
وَإِنْ
أَرَدتُّمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَّكَانَ زَوْجٍ
وَآتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنطَارًا فَلاَ تَأْخُذُواْ مِنْهُ شَيْئًا
أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَاناً وَإِثْماً مُّبِيناً
Dan
jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain , sedang kamu telah
memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah
kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan
mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan dosa yang nyata
?. (QS. An-Nisa:20)
وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ
أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنكُم مِّيثَاقًا غَلِيظًا
Bagaimana
kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul dengan yang
lain sebagai suami-isteri. Dan mereka telah mengambil dari kamu perjanjian yang
kuat.(QS An-Nisa: 21)
Pemberian
mahar akan memberikan pengaruh besar pada tingkat keqowaman suami atas istri.
Juga akan menguatkan hubungan pernikahan itu yang pada gilirannya akan
melahirkan mawadah dan rohmah.
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى
النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ
اللّهُ وَاللاَّتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ
وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ
فَلاَ تَبْغُواْ عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain , dan karena mereka
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh,
ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada,
oleh karena Allah telah memelihara . Wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuznya , maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur
mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi
lagi Maha Besar.(QS An-Nisa
: 34)
Nilai
Mahar
Secara
fiqhiyah, kalangan Al- Hanafiyah berpendapat bahwa minimal mahar itu adalah 10
dirham. Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa minimal mahar itu 3 dirham.
Meskipun demikian sebagian ulama mengatakan tidak ada batas minimal dengan
mahar.
Dan
bila dicermati secara umum, nash-nash hadits telah datang kepada kita dengan
gambaran yang seolah tidak mempedulikan batas minimal mahar dan juga tidak
batas maksimalnya. Barangkali karena kenyataannya bahwa manusia itu
berbeda-beda tingkat ekonominya, sebagian dari mereka kaya dan sebagian besar
miskin. Ada orang mempunyai harta melebihi kebutuhan hidupnya dan sebaliknya
ada juga yang tidak mampu memenuhinya.
Maka
berapakah harga mahar yang harus dibayarkan seorang calon suami kepada calon
istrinya sangat ditentukan dari kemampuannya atau kondisi ekonominya.
Banyak
sekali nash syariah yang memberi isyarat tentang tidak ada batasnya minimal
nilai mahar dalam bentuk nominal. Kecuali hanya menyebutkan bahwa mahar
haruslah sesuatu yang punya nilai tanpa melihat besar dan kecilnya.
Maka
Islam membolehkan mahar dalam bentuk cincin dari besi, sebutir korma, jasa
mengajarkan bacaan qur'an atau yang sejenisnya. Yang penting kedua belah pihak
ridho dan rela atas mahar itu.
a.
Sepasang Sendal
Dari Amir bin Robi'ah bahwa seorang wanita
dari bani Fazarah menikah dengan mas kawin sepasang sendal. Lalu Rasulullah SAW
bertanya, "Relakah kau dinikahi jiwa dan hartamu dengan sepasang sendal
ini?". Dia menjawab," Rela". Maka Rasulullahpun membolehkannya
(HR. Ahmad 3/445, Tirmidzi 113, Ibnu madjah 1888).
b.
Hafalan Quran :
Dari
Sahal bin Sa'ad bahwa nabi SAW didatangi seorang wanita yang berkata,"Ya
Rasulullah kuserahkan diriku untukmu", Wanita itu berdiri lama lalu
berdirilah seorang laki-laki yang berkata," Ya Rasulullah kawinkan dengan
aku saja jika kamu tidak ingin menikahinya". Rasulullah berkata,"
Punyakah kamu sesuatu untuk dijadikan mahar? dia berkata, "Tidak kecuali
hanya sarungku ini" Nabi menjawab,"bila kau berikan sarungmu itu maka
kau tidak akan punya sarung lagi, carilah sesuatu". Dia berkata," aku
tidak mendapatkan sesuatupun". Rasulullah berkata, " Carilah walau
cincin dari besi". Dia mencarinya lagi dan tidak juga mendapatkan apa-apa.
Lalu Nabi berkata lagi," Apakah kamu menghafal qur'an?". Dia
menjawab,"Ya surat ini dan itu" sambil menyebutkan surat yang
dihafalnya. Berkatalah Nabi,"Aku telah menikahkan kalian berdua dengan
mahar hafalan qur'anmu"
(HR Bukhori Muslim).
Dalam
beberapa riwayat yang shahih disebutkan bahwa beliau bersabda," Ajarilah
dia al-qur'qn".
Dalam
riwayat Abu Hurairah disebutkan bahwa jumlah ayat yang diajarkannya itu adalah
20 ayat.
c.
Tidak Dalam Bentuk Apa-apa :
Bahkan
diriwayatkan bahwa ada seorang wanita rela tidak mendapatkan mahar dalam bentuk
benda atau jasa yang bisa dimiliki. Cukup baginya suaminya yang tadinya masih
non muslim itu untuk masuk Islam, lalu waita itu rela dinikahi tanpa pemberian
apa-apa. Atau dengan kata lain, keIslamanannya itu menjadi mahara untuknya.
Dari
Anas bahwa Aba Tholhah meminang Ummu Sulaim lalu Ummu Sulaim berkata,"
Demi Allah, lelaki sepertimu tidak mungkin ditolak lamarannya, sayangnya kamu
kafir sedangkan saya muslimah. Tidak halal bagiku untuk menikah denganmu. Tapi
kalau kamu masuk Islam, keislamanmu bisa menjadi mahar untukku. Aku tidak akan
menuntut lainnya". Maka jadilah keislaman Abu Tholhah sebagai mahar dalam
pernikahannya itu. (HR
Nasa'i 6/ 114).
Semua
hadist tadi menunjukkan bahwa boleh hukumnya mahar itu sesuatu yang murah atau
dalam bentuk jasa yang bermanfaat.
Demikian
pula dalam batas maksimal tidak ada batasannya sehingga seorang wanita juga
berhak untuk meminta mahar yang tinggi dan mahal jika memang itu kehendaknya.
Tak seorangpun yang berhak menghalangi keinginan wanita itu bila dia
menginginkan mahar yang mahal.
Bahkan
ketika Umar Bin Khattab Ra berinisiatif memberikan batas maksimal untuk masalah
mahar saat beliau bicara diatas mimbar. Beliau menyebutkan maksimal mahar itu
adalah 400 dirham. Namun segera saja dia menerima protes dari para wanita dan
memperingatkannya dengan sebuah ayat qur'an. Sehingga Umar pun tersentak kaget
dan berkata,"Allahumma afwan, ternyata orang -orang lebih faqih dari
Umar". Kemudian Umar kembali naik mimbar,"Sebelumnya aku melarang
kalian untuk menerima mahar lebih dari 400 dirham, sekarang silahkan lakukan
sekehendak anda".
Mahar
Yang Baik Adalah Yang Tidak Memberatkan
Meskipun
demikian tentu saja tetap lebih baik tidak memaharkan harga mahar. Karena
Rasulullah bersabda dalam sebuah hadist:
0 comments:
Post a Comment