Rukun
Nikah III : Ijab Kabul
1.
Syarat Ijab Qabul
1.1.
Satu Majelis
Akad nikah dengan sebuah ijab kabul itu
harus dilakukan di dalam sebuah majelis yang sama. Dimana keduanya sama-sama
hadir secara utuh dengan ruh dan jasadnya. Termasuk juga didalamnya adalah
kesinambungan antara ijab dan kabul tanpa ada jeda dengan perkataan lain yang
bisa membuat keduanya tidak terkait.
Sedangkan syarat bahwa antara ijab
danqabul itu harus bersambung tanpa jeda waktu sedikitpun adalah pendapat
syafi'i dalam mazhabnya. Namun yang lainnya tidak mengharuskan keduanya harus
langsung bersambut.
Bila antara ijab dan qabul ada jeda waktu
namun tidak ada perkataan lain, seperti untuk mengambil nafas atau hal lain
yang tidak membuat berbeda maksud dan maknanya, maka tetap syah. Sebagaimana
yang dituliskan di kitab Al-Muhgni.
1.2.
Antara suami dengan wali sama-sama saling dengar dan mengerti apa yang
diucapkan
Bila masing-masing tidak paham apa yang
diucapkan oleh lawan bicaranya, maka akad itu tidak syah.
1.3.
Antara Ijab dengan qabul tidak bertentangan
Misalnya bunyi lafaz ijab yang diucapkan
oleh wali adalah,"Aku nikahkan kamu dengan anakku dengan mahar 1
juta", lalu lafaz qabulnya diucapkan oleh suami adalah,"Saya terima
nikahnya dengan mahar 1/2 juta". Maka antar keduanya tidak nyambung dan
ijab qabul ini tidak syah. Namun bila jumlah mahar yang disebutkan dalam qabul
lebih tinggi dari yang diucapkan dalam ijab, maka hal itu syah.
1.4.
Keduanya sama-sama sudah tamyiz
Maka bila suami masih belum tamyiz, akad
itu tidak syah, atau bila wali belum tamyiz juga tidak syah. Apalagi bila
kedua-duanya belum tamyiz, maka lebih tidak syah lagi.
2.
Lafaz Ijab Qabul
2.1.
Tidak Harus Dalam Bahasa Arab
Tidak diharuskan dalam ijab qabul untuk
menggunakan bahasa arab, melainkan boleh menggunakan bahasa apa saja yang
intinya kedua belah pihak mengerti apa yang ucapkan dan masing-masing saling
mengerti apa yang dimaksud oleh lawan bicaranya.
Sebaiknya ijab menggunakan kata nikah,
kawin atau yang semakna dengan keduanya. Sedangkan bila menggunakan kata
'hibah, memiliki, membeli dan sejenisnya tidak dibenarkan oleh Asy-Syafi'i,
Ibnu Musayyib Ahmad dan 'Atho'. Sebaliknya Al-Hanafiyah membolehkannya.
demikian juga dengan Abu Tsaur, Ats-Tsauri, Abu 'Ubaid dan juga Abu Daud.
2.2.
Dengan Fi'il Madhi
Selain itu para fuqaha mengatakan bahwa
lafaz ijab dan qabul haruslah dalam format fiil madhi (past) seperti zawwajtuka
atau ankahtuka. Fi'il madhi adalah kata kerja dengan keterangan waktu yang
telah lampau. sedangkan bila menggunakan fi'il mudhari', maka secara hukum
masih belum tentu sebuah akad yang syah.
Sebab fi'il mudhari' masih mengandung
makna yang akan datang dan juga sekarang. Sehingga masih ada ihtimal (kemungkinan)
bahwa akad itu sudah terjadi atau belum lagi terjadi.
0 comments:
Post a Comment