Islam telah menganjurkan kepada manusia untuk menikah. Dan ada banyak hikmah di balik anjuran tersebut. Antara lain adalah :
1.
Sunnah Para Nabi dan Rasul
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً
مِّن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَن
يَأْتِيَ بِآيَةٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللّهِ لِكُلِّ أَجَلٍ كِتَابٌ
Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan
kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul
mendatangkan sesuatu ayat melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada
Kitab. (QS. Ar-Ra'd :
38).
Dari
Abi Ayyub ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Empat hal yang merupakan
sunnah para rasul : [1] Hinna',[1]
[2] berparfum, [3] siwak dan [4] menikah. (HR. At-Tirmizi 1080)
2. Bagian Dari Tanda Kekuasan Allah
وَمِنْ
آيَاتِهِ أَنْ
خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم
مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.(QS. Ar-Ruum : 21)
3.
Salah Satu Jalan Untuk Menjadi Kaya
وَأَنكِحُوا الأَيَامَى مِنكُمْ
وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ
مِن فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan
kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak
dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah
Maha luas lagi Maha Mengetahui.(QS.
An-Nur : 32)
4.
Ibadah Dan Setengah Dari Agama
Dari
Anas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Orang yang diberi rizki oleh Allah
SWT seorang istri shalihah berarti telah dibantu oleh Allah SWT pada separuh
agamanya. Maka dia tinggal menyempurnakan separuh sisanya. (HR. Thabarani dan Al-Hakim 2/161).
5.
Tidak Ada Pembujangan Dalam Islam
Islam
berpendirian tidak ada pelepasan kendali gharizah seksual untuk dilepaskan
tanpa batas dan tanpa ikatan. Untuk itulah maka diharamkannya zina dan seluruh
yang membawa kepada perbuatan zina.
Tetapi
di balik itu Islam juga menentang setiap perasaan yang bertentangan dengan
gharizah ini. Untuk itu maka dianjurkannya supaya kawin dan melarang hidup
membujang dan kebiri.
Seorang
muslim tidak halal menentang perkawinan dengan anggapan, bahwa hidup membujang
itu demi berbakti kepada Allah, padahal dia mampu kawin; atau dengan alasan
supaya dapat seratus persen mencurahkan hidupnya untuk beribadah dan memutuskan
hubungan dengan duniawinya.
Nabi
memperhatikan, bahwa sebagian sahabatnya ada yang kena pengaruh kependetaan ini
(tidak mau kawin). Untuk itu maka beliau menerangkan, bahwa sikap semacam itu
adalah menentang ajaran Islam dan menyimpang dari sunnah Nabi. Justru itu pula,
fikiran-fikiran Kristen semacam ini harus diusir jauh-jauh dari masyarakat
Islam.
Abu
Qilabah mengatakan "Beberapa orang sahabat Nabi bermaksud akan menjauhkan
diri dari duniawi dan meninggalkan perempuan (tidak kawin dan tidak
menggaulinya) serta akan hidup membujang. Maka berkata Rasulullah s.a.w, dengan
nada marah lantas ia berkata:
'Sesungguhnya
orang-orang sebelum kamu hancur lantaran keterlaluan, mereka memperketat
terhadap diri-diri mereka, oleh karena itu Allah memperketat juga, mereka itu
akan tinggal di gereja dan kuil-kuil. Sembahlah Allah dan jangan kamu
menyekutukan Dia, berhajilah, berumrahlah dan berlaku luruslah kamu, maka Allah
pun akan meluruskan kepadamu.
Kemudian
turunlah ayat:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُواْ لاَ تُحَرِّمُواْ طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللّهُ لَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُواْ
إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Hai
orang-orang yang beriman! Jangan kamu mengharamkan yang baik-baik dari apa yang
dihalalkan Allah untuk kamu dan jangan kamu melewati batas, karena sesungguhnya
Allah tidak suka kepada orang-orang yang melewati batas. (QS. Al-Maidah: 87)
Mujahid
berkata: Ada beberapa orang laki-laki, di antaranya Usman bin Madh'un dan
Abdullah bin Umar bermaksud untuk hidup membujang dan berkebiri serta memakai
kain karung goni. Kemudian turunlah ayat di atas.
Ada
satu golongan sahabat yang datang ke tempat Nabi untuk menanyakan kepada
isteri-isterinya tentang ibadahnya. Setelah mereka diberitahu, seolah-olah
mereka menganggap ibadah itu masih terlalu sedikit. Kemudian mereka
berkata-kata satu sama lain: di mana kita dilihat dari pribadi Rasulullah SAW
sedang dia diampuni dosa-dosanya yang telah lalu maupun yang akan datang? Salah
seorang di antara mereka berkata: Saya akan puasa sepanjang tahun dan tidak
akan berbuka. Yang kedua mengatakan: Saya akan bangun malam dan tidak tidur.
Yang ketiga berkata: Saya akan menjauhkan diri dari perempuan dan tidak akan
kawin selama-lamanya. Maka setelah berita itu sampai kepada Nabi SAW ia
menjelaskan tentang kekeliruan dan tidak lurusnya jalan mereka, dan ia
bersabda:
لَكِنِّي
أَنَا أُصَلِّي وَأَنَامُ وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ
وَأَتَزَوَّجُ اَلنِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ
مِنِّي - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Namun
saya bangun malam tapi juga tidur, saya berpuasa tapi juga berbuka, dan saya
juga kawin dengan perempuan. Oleh karena itu barangsiapa tidak suka kepada
sunnahku, maka dia bukan dari golonganku. (HR Bukhari Muslim)
Said
bin Abu Waqqash berkata:
Rasulullah
SAW menentang Usman bin Madh'un tentang rencananya untuk membujang. Seandainya
beliau mengizinkan, niscaya kamu akan berkebiri. (Riwayat Bukhari)
Dan
Rasulullah juga menyerukan kepada para pemuda keseluruhannya supaya kawin,
dengan sabdanya sebagai berikut:
عَنْ
عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ t قَالَ لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ r يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ
مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ
لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari
Abdullah bin Mas'ud ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabdakepada kami,"Hai
para pemuda! Barangsiapa di antara kamu sudah mampu kawin, maka kawinlah. Karena
dia itu dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan siapa yang belum
mampu hendaklah dia berpuasa karena dapat menahan (HR. Bukhari Muslim)
Dari
sini, sebagian ulama ada yang berpendapat: bahwa kawin itu wajib hukumnya bagi
setiap muslim, tidak boleh ditinggalkan selama dia mampu.
Sementara
ada juga yang memberikan pembatasan --wajib hukumnya-- bagi orang yang sudah
ada keinginan untuk kawin dan takut dirinya berbuat yang tidak baik.
Setiap
muslim tidak boleh menghalang-halangi dirinya supaya tidak kawin karena kawatir
tidak mendapat rezeki dan menanggung yang berat terhadap keluarganya. Tetapi
dia harus berusaha dan bekerja serta mencari anugerah Allah yang telah
dijanjikan untuk orang-orang yang sudah kawin itu demi menjaga kehormatan
dirinya.
Janji
Allah itu dinyatakan dalam firmanNya sebagai berikut:
Kawinkanlah
anak-anak kamu (yang belum kawin) dan orang-orang yang sudah patut kawin dari
hamba-hambamu yang laki-laki ataupun hamba-hambamu yang perempuan. Jika mereka
itu orang-orang yang tidak mampu, maka Allah akan memberikan kekayaan kepada
mereka dari anugerahNya. (QS. An-Nur 32)
Sabda
Rasulullah SAW:
Ada
tiga golongan yang sudah pasti akan ditolong Allah, yaitu: (1) Orang yang kawin
dengan maksud untuk menjaga kehormatan diri; (2) seorang hamba mukatab7 yang
berniat akan menunaikan; dan (3) seorang yang berperang di jalan Allah"
(Riwayat Ahmad, Nasa'i, Tarmizi, Ibnu Majah dan al-Hakim)
6.
Menikah Itu Ciri Khas Makhluk Hidup
Selain
itu secara filosofis, menikah atau berpasangan itu adalah merupakan ciri dari
makhluq hidup. Allah SWT telah menegaskan bahwa makhluq-makhluq ciptaan-Nya ini
diciptakan dalam bentuk berpasangan satu sama lain.
وَمِن
كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُونَ
Dan
segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran
Allah.(QS. Az-Zariyat :
49)
سُبْحَانَ
الَّذِي خَلَقَ
الأَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنبِتُ الأَرْضُ وَمِنْ أَنفُسِهِمْ وَمِمَّا لا
يَعْلَمُونَ
Maha
Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa
yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak
mereka ketahui.(QS.
Yaasin : 36)
وَالَّذِي
خَلَقَ الأَزْوَاجَ
كُلَّهَا وَجَعَلَ لَكُم مِّنَ الْفُلْكِ وَالأَنْعَامِ مَا تَرْكَبُونَ
Dan
Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan
binatang ternak yang kamu tunggangi.(QS.
Az-Zukhruf : 12)
Dan
bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita.(QS. An-Najm : 45)ÿ
Hukum
Pernikahan Dalam Islam
Dalam
pertemuan sebelumnya, kita telah membahas kajian tentang anjuran untuk menikah.
Dalam pembahasan ini kita akan berbicara tentang hukum menikah dalam pandangan
syariah.
Para
ulama ketika membahas hukum pernikahan, menemukan bahwa ternyata menikah itu
terkadang bisa mejadi sunnah (mandub), terkadang bisa menjadi wajib atau terkadang
juga bisa menjadi sekedar mubah saja. Bahkan dalam kondisi tertentu bisa
menjadi makruh. Dan ada juga hukum pernikahan yang haram untuk dilakukan.
Semua
akan sangat tergantung dari kondisi dan situasi seseorang dan permasalahannya.
Apa dan bagaimana hal itu bisa terjadi, mari kita bedah satu persatu.
1.
Pernikahan Yang Wajib
Menikah
itu wjib hukumnya bagi seorang yang sudah mampu secara finansial dan juga
sangat beresiko jatuh ke dalam perzinaan. Hal itu disebabkan bahwa menjaga diri
dari zina adalah wajib. Maka bila jalan keluarnya hanyalah dengan cara menikah,
tentu saja menikah bagi seseorang yang hampir jatuh ke dalam jurang zina wajib
hukumnya.
Imam
Al-qurtubi berkata bahwa para ulama tidak berbeda pendapat tentang wajibnya
seorang untuk menikah bila dia adalah orang yang mampu dan takut tertimpa
resiko zina pada dirinya. Dan bila dia tidak mampu, maka Allah SWT pasti akan
membuatnya cukup dalam masalah rezekinya, sebagaimana firman-Nya :
وَأَنكِحُوا الأَيَامَى مِنكُمْ
وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ
مِن فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan
kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak
dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah
Maha luas lagi Maha Mengetahui.(QS.
An-Nur : 32)
2.
Pernikahan Yang Sunnah
Sedangkan
yang tidak sampai diwajibkan untuk menikah adalah mereka yang sudah mampu namun
masih tidak merasa takut jatuh kepada zina. Barangkali karena memang usianya
yang masih muda atau pun lingkungannya yang cukup baik dan kondusif.
Orang
yang punya kondisi seperti ini hanyalah disunnahkan untuk menikah, namun tidak
sampai wajib. Sebab masih ada jarak tertentu yang menghalanginya untuk bisa
jatuh ke dalam zina yang diharamkan Allah SWT.
Bila
dia menikah, tentu dia akan mendapatkan keutamaan yang lebih dibandingkan
dengan dia diam tidak menikahi wanita. Paling tidak, dia telah melaksanakan
anjuran Rasulullah SAW untuk memperbanyak jumlah kuantitas umat Islam.
تَزَوَّجُوا اَلْوَدُودَ اَلْوَلُودَ
إِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اَلْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ رَوَاهُ أَحْمَدُ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ
Dari
Anas bin Malik RA bahwa Rasulullah SAw bersabda,"Nikahilah wanita yang
banyak anak, karena Aku berlomba dengan nabi lain pada hari kiamat. (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu
Hibbam)
Dari
Abi Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Menikahlah, karena aku berlomba
dengan umat lain dalam jumlah umat. Dan janganlah kalian menjadi seperti para
rahib nasrani. (HR.
Al-Baihaqi 7/78)
Bahkan
Ibnu Abbas ra pernah berkomentar tentang orang yang tidak mau menikah sebab
orang yang tidak sempurna ibadahnya.
3.
Pernikahan Yang Haram
Secara
normal, ada dua hal utama yang membuat seseorang menjadi haram untuk menikah.
Pertama, tidak mampu memberi nafkah. Kedua, tidak mampu melakukan hubungan
seksual. Kecuali bila dia telah berterus terang sebelumnya dan calon istrinya
itu mengetahui dan menerima keadaannya.
Selain
itu juga bila dalam dirinya ada cacat pisik lainnya yang secara umum tidak akan
diterima oleh pasangannya. Maka untuk bisa menjadi halal dan dibolehkan
menikah, haruslah sejak awal dia berterus terang atas kondisinya itu dan harus
ada persetujuan dari calon pasangannya.
Seperti
orang yang terkena penyakit menular dimana bila dia menikah dengan seseorng
akan beresiko menulari pasangannya itu dengan penyakit. Maka hukumnya haram
baginya untuk menikah kecuali pasangannya itu tahu kondisinya dan siap menerima
resikonya.
Selain
dua hal di atas, masih ada lagi sebab-sebab tertentu yang mengharamkan untuk
menikah. Misalnya wanita muslimah yang menikah dengan laki-laki yang berlainan
agama atau atheis. Juga menikahi wanita pezina dan pelacur. Termasuk menikahi
wanita yang haram dinikahi (mahram), wanita yang punya suami, wanita yang
berada dalam masa iddah.
Ada
juga pernikahan yang haram dari sisi lain lagi seperti pernikahan yang tidak
memenuhi syarat dan rukun. Seperti menikah tanpa wali atau tanpa saksi. Atau
menikah dengan niat untuk mentalak, sehingga menjadi nikah untuk sementara
waktu yang kita kenal dengan nikah kontrak.
4.
Pernikahan Yang Makruh
Orang
yang tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna kemampuan untuk
berhubungan seksual, hukumnya makruh bila menikah. Namun bila calon istrinya
rela dan punya harta yang bisa mencukupi hidup mereka, maka masih dibolehkan
bagi mereka untuk menikah meski dengan karahiyah.
Sebab
idealnya bukan wanita yang menanggung beban dan nafkah suami, melainkan menjadi
tanggung jawab pihak suami.
Maka
pernikahan itu makruh hukumnya sebab berdampak dharar bagi pihak wanita.
Apalagi bila kondisi demikian berpengaruh kepada ketaatan dan ketundukan istri
kepada suami, maka tingkat kemakruhannya menjadi jauh lebih besar.
5.
Pernikahan Yang Mubah
Orang
yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong
keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah, maka
bagi hukum menikah itu menjadi mubah atau boleh. Tidak dianjurkan untuk segera
menikah namun juga tidak ada larangan atau anjuran untuk mengakhirkannya.
Pada
kondisi tengah-tengah seperti ini, maka hukum nikah baginya adalah mubah.ÿ
[1] Hinna' artinya adalah memakai pacar
kuku. Namun sebagian riwayat mengatakan bahwa yang dimaksud adalah bukan Hinna'
melainkan Haya' yang maknanya adalah rasa malu.
0 comments:
Post a Comment