Hadits Lemah dan Palsu Bulan Ramadhan
oleh Sukpandiar Idris Advokat Assalafy pada 18 Juli 2011 jam 0:50
Ramadhan sebentar lagi tiba, banyak yang berdalil dengan hadits lemah dan
palsu. Oleh karena itu wajib ia mengetahui hal tersebut, karena jika tidak maka
amalannya tertolak!. (Pengantar dari SI)
Islam adalah agama yang ilmiah. Setiap amalan, keyakinan, atau ajaran yang
disandarkan kepada Islam harus memiliki dasar dari Al Qur’an dan Hadits
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam yang otentik. Dengan ini,
Islam tidak memberi celah kepada orang-orang yang beritikad buruk untuk
menyusupkan pemikiran-pemikiran atau ajaran lain ke dalam ajaran Islam.
Karena pentingnya hal ini, tidak heran apabila Abdullah bin Mubarak rahimahullah mengatakan
perkataan yang terkenal:
الإسناد من الدين، ولولا الإسناد؛ لقال من شاء ما شاء
“Sanad adalah bagian dari agama. Jika tidak ada sanad, maka orang akan
berkata semaunya.” (Lihat dalam Muqaddimah Shahih Muslim,
Juz I, halaman 12)
Dengan adanya sanad, suatu perkataan tentang ajaran Islam dapat ditelusuri
asal-muasalnya.
Oleh karena itu, penting sekali bagi umat muslim untuk memilah
hadits-hadits, antara yang shahih dan yang dhaif, agar diketahui amalan mana
yang seharusnya diamalkan karena memang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi
wa sallam serta amalan mana yang tidak perlu dihiraukan karena tidak
pernah diajarkan oleh beliau.
Berkaitan dengan bulan Ramadhan yang penuh berkah ini, akan kami sampaikan
beberapa hadits lemah dan palsu mengenai puasa yang banyak tersebar di masyarakat.
Untuk memudahkan pembaca, kami tidak menjelaskan sisi kelemahan hadits, namun
hanya akan menyebutkan kesimpulan para pakar hadits yang menelitinya. Pembaca
yang ingin menelusuri sisi kelemahan hadits, dapat merujuk pada kitab para
ulama yang bersangkutan.
Hadits 1
صوموا تصحوا
“Berpuasalah, kalian akan sehat.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di Ath Thibbun Nabawi sebagaimana
dikatakan oleh Al Hafidz Al Iraqi di Takhrijul Ihya (3/108),
oleh Ath Thabrani di Al Ausath (2/225), oleh Ibnu ‘Adi
dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (3/227).
Hadits ini dhaif (lemah), sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz Al Iraqi
di Takhrijul Ihya (3/108), juga Al Albani di Silsilah
Adh Dha’ifah (253). Bahkan Ash Shaghani agak berlebihan mengatakan
hadits ini maudhu (palsu) dalam Maudhu’at Ash Shaghani (51).
Keterangan: jika memang terdapat penelitian ilmiah dari para ahli medis
bahwa puasa itu dapat menyehatkan tubuh, makna dari hadits dhaif ini benar,
namun tetap tidak boleh dianggap sebagai sabda Nabi shallallahu’alaihi
wa sallam. Orang Sakit saja termasuk udzur untuk tidak puasa-SI
Hadits 2
نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ ، وَدُعَاؤُهُ
مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ
“Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih,
do’anya dikabulkan, dan amalannya pun akan dilipatgandakan pahalanya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi di Syu’abul Iman (3/1437).
Hadits ini dhaif, sebagaimana dikatakan Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul
Ihya (1/310). Al Albani juga mendhaifkan hadits ini dalam Silsilah
Adh Dha’ifah (4696).
Terdapat juga riwayat yang lain:
الصائم في عبادة و إن كان راقدا على فراشه
“Orang yang berpuasa itu senantiasa dalam ibadah meskipun sedang tidur
di atas ranjangnya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Tammam (18/172). Hadits ini juga dhaif,
sebagaimana dikatakan oleh Al Albani di Silsilah Adh Dhaifah (653).
Yang benar, tidur adalah perkara mubah (boleh) dan bukan ritual ibadah.
Maka, sebagaimana perkara mubah yang lain, tidur dapat bernilai ibadah jika
diniatkan sebagai sarana penunjang ibadah. Misalnya, seseorang tidur karena
khawatir tergoda untuk berbuka sebelum waktunya, atau tidur untuk
mengistirahatkan tubuh agar kuat dalam beribadah.
Sebaliknya, tidak setiap tidur orang berpuasa itu bernilai ibadah. Sebagai
contoh, tidur karena malas, atau tidur karena kekenyangan setelah sahur.
Keduanya, tentu tidak bernilai ibadah, bahkan bisa dinilai sebagai tidur yang
tercela. Maka, hendaknya seseorang menjadikan bulan ramadhan sebagai kesempatan
baik untuk memperbanyak amal kebaikan, bukan bermalas-malasan.
Hadits 3
يا أيها الناس قد أظلكم شهر عظيم ، شهر فيه ليلة خير من ألف شهر ، جعل الله
صيامه فريضة ، و قيام ليله تطوعا ، و من تقرب فيه بخصلة من الخير كان كمن أدى
فريضة فيما سواه ، و من أدى فريضة كان كمن أدى سبعين فريضة فيما سواه ، و هو شهر
الصبر و الصبر ثوابه الجنة ، و شهر المواساة ، و شهر يزاد فيه رزق المؤمن ، و من
فطر فيه صائما كان مغفرة لذنوبه ، و عتق رقبته من النار ، و كان له مثل أجره من
غير أن ينتقص من أجره شيء قالوا : يا رسول الله ليس كلنا يجد ما يفطر الصائم ، قال
: يعطي الله هذا الثواب من فطر صائما على مذقة لبن ، أو تمرة ، أو شربة من ماء ، و
من أشبع صائما سقاه الله من الحوض شربة لايظمأ حتى يدخل الجنة ، و هو شهر أوله
رحمة و وسطه مغفرة و آخره عتق من النار ،
“Wahai manusia, bulan yang agung telah mendatangi kalian. Di dalamnya
terdapat satu malam yang lebih baik dari 1. 000 bulan. Allah menjadikan puasa
pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai
ibadah tathawwu’ (sunnah). Barangsiapa pada bulan itu mendekatkan diri (kepada
Allah) dengan satu kebaikan, ia seolah-olah mengerjakan satu ibadah wajib
pada bulan yang lain. Barangsiapa mengerjakan satu perbuatan wajib, ia
seolah-olah mengerjakan 70 kebaikan di bulan yang lain. Ramadhan adalah bulan
kesabaran, sedangkan kesabaran itu balasannya adalah surga. Ia (juga) bulan
tolong-menolong. Di dalamnya rezki seorang mukmin ditambah. Barangsiapa pada
bulan Ramadhan memberikan hidangan berbuka kepada seorang yang berpuasa,
dosa-dosanya akan diampuni, diselamatkan dari api neraka dan memperoleh pahala
seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tadi
sedikitpun” Kemudian para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, tidak semua dari
kita memiliki makanan untuk diberikan kepada orang yang berpuasa.” Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam berkata, “Allah memberikan pahala tersebut kepada
orang yang memberikan hidangan berbuka berupa sebutir kurma, atau satu teguk
air atau sedikit susu. Ramadhan adalah bulan yang permulaannya rahmat,
pertengahannya maghfirah (ampunan) dan akhirnya pembebasan dari api neraka.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1887), oleh Al Mahamili
dalam Amaliyyah (293), Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid
Dhu’afa (6/512), Al Mundziri dalam Targhib Wat Tarhib (2/115)
Hadits ini didhaifkan oleh para pakar hadits seperti Al Mundziri dalam At
Targhib Wat Tarhib (2/115), juga didhaifkan oleh Syaikh Ali Hasan Al
Halabi di Sifatu Shaumin Nabiy (110), bahkan dikatakan oleh
Abu Hatim Ar Razi dalam Al ‘Ilal (2/50) juga Al Albani
dalam Silsilah Adh Dhaifah (871) bahwa hadits ini Munkar.
Yang benar, di seluruh waktu di bulan Ramadhan terdapat rahmah, seluruhnya
terdapat ampunan Allah dan seluruhnya terdapat kesempatan bagi seorang mukmin
untuk terbebas dari api neraka, tidak hanya sepertiganya. Salah satu dalil yang
menunjukkan hal ini adalah:
من صام رمضان إيمانا واحتسابا ، غفر له ما تقدم من ذنبه
“Orang yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, akan
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari no.38, Muslim,
no.760)
Dalam hadits ini, disebutkan bahwa ampunan Allah tidak dibatasi hanya pada
pertengahan Ramadhan saja.
Adapun mengenai apa yang diyakini oleh sebagian orang, bahwa setiap amalan
sunnah kebaikan di bulan Ramadhan diganjar pahala sebagaimana amalan wajib, dan
amalan wajib diganjar dengan 70 kali lipat pahala ibadah wajib diluar bulan
Ramadhan, keyakinan ini tidaklah benar berdasarkan hadits yang lemah ini.
Walaupun keyakinan ini tidak benar, sesungguhnya Allah ta’ala melipatgandakan
pahala amalan kebaikan berlipat ganda banyaknya, terutama ibadah puasa di bulan
Ramadhan.
Hadits 4
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال : اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت
فتقبل مني إنك أنت السميع العليم
“Biasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika
berbuka membaca doa: Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu fataqabbal
minni, innaka antas samii’ul ‘aliim.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya (2358),
Adz Dzahabi dalam Al Muhadzab (4/1616), Ibnu Katsir
dalam Irsyadul Faqih (289/1), Ibnul Mulaqqin dalam Badrul
Munir (5/710)
Ibnu Hajar Al Asqalani berkata di Al Futuhat Ar Rabbaniyyah (4/341)
: “Hadits ini gharib, dan sanadnya lemah sekali”. Hadits ini juga didhaifkan
oleh Asy Syaukani dalam Nailul Authar (4/301), juga oleh Al
Albani di Dhaif Al Jami’ (4350). Dan doa dengan lafadz yang
semisal, semua berkisar antara hadits lemah dan munkar.
Sedangkan doa berbuka puasa yang tersebar dimasyarakat dengan lafadz:
اللهم لك صمت و بك امنت و على رزقك افطرت برحمتك يا ارحم الراحمين
“Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu
aku berbuka, aku memohon Rahmat-Mu wahai Dzat yang Maha Penyayang.”
Hadits ini tidak terdapat di kitab hadits manapun. Atau dengan kata lain,
ini adalah hadits palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Al Mulla Ali Al Qaari dalam
kitab Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih: “Adapun doa yang
tersebar di masyarakat dengan tambahan ‘wabika aamantu’ sama
sekali tidak ada asalnya, walau secara makna memang benar.”
Yang benar, doa berbuka puasa yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi
wa sallam terdapat dalam hadits:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت
الأجر إن شاء الله
“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berbuka puasa
membaca doa:
ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله
/Dzahabaz zhamaa-u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insyaa Allah/
(’Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah, semoga pahala
didapatkan. Insya Allah’)”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud (2357), Ad Daruquthni (2/401), dan
dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani diHidayatur Ruwah, 2/232 juga
oleh Al Albani di Shahih Sunan Abi Daud.
Hadits 5
من أفطر يوما من رمضان من غير رخصة لم يقضه وإن صام الدهر كله
“Orang yang sengaja tidak berpuasa pada suatu hari di bulan
Ramadhan, padahal ia bukan orang yang diberi keringanan, ia tidak akan dapat
mengganti puasanya meski berpuasa terus menerus.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari di Al’Ilal Al Kabir (116),
oleh Abu Daud di Sunannya (2396), oleh Tirmidzi diSunan-nya (723),
Imam Ahmad di Al Mughni (4/367), Ad Daruquthni di Sunan-nya
(2/441, 2/413), dan Al Baihaqi di Sunan-nya (4/228).
Hadits ini didhaifkan oleh Al Bukhari, Imam Ahmad, Ibnu Hazm di Al
Muhalla (6/183), Al Baihaqi, Ibnu Abdil Barr dalam At Tamhid (7/173),
juga oleh Al Albani di Dhaif At Tirmidzi (723), Dhaif
Abi Daud (2396), Dhaif Al Jami’ (5462) dan Silsilah
Adh Dha’ifah (4557). Namun, memang sebagian ulama ada yang
menshahihkan hadits ini seperti Abu Hatim Ar Razi di Al Ilal(2/17),
juga ada yang menghasankan seperti Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur
Ruwah (2/329) dan Al Haitsami di Majma’ Az Zawaid (3/171).
Oleh karena itu, ulama berbeda pendapat mengenai ada-tidaknya qadha bagi orang
yang sengaja tidak berpuasa.
Yang benar -wal ‘ilmu ‘indallah- adalah penjelasan Lajnah Daimah Lil Buhuts
Wal Ifta (Komisi Fatwa Saudi Arabia), yang menyatakan bahwa “Seseorang yang
sengaja tidak berpuasa tanpa udzur syar’i,ia harus bertaubat kepada Allah dan
mengganti puasa yang telah ditinggalkannya.” (Periksa: Fatawa Lajnah Daimah no.
16480, 9/191)
Hadits 6
لا تقولوا رمضان فإن رمضان اسم من أسماء الله تعالى ولكن قولوا شهر رمضان
“Jangan menyebut dengan ‘Ramadhan’ karena ia adalah salah satu nama
Allah, namun sebutlah dengan ‘Bulan Ramadhan.’”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Sunan-nya
(4/201), Adz Dzaahabi dalam Mizanul I’tidal (4/247), Ibnu
‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (8/313), Ibnu Katsir
di Tafsir-nya (1/310).
Ibnul Jauzi dalam Al Maudhuat (2/545) mengatakan hadits ini palsu. Namun,
yang benar adalah sebagaimana yang dikatakan oleh As Suyuthi dalam An
Nukat ‘alal Maudhuat (41) bahwa “Hadits ini dhaif, bukan palsu”.
Hadits ini juga didhaifkan oleh Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (8/313),
An Nawawi dalam Al Adzkar (475), oleh Ibnu Hajar Al Asqalani
dalam Fathul Baari (4/135) dan Al Albani dalam Silsilah
Adh Dhaifah (6768).
Yang benar adalah boleh mengatakan ‘Ramadhan’ saja, sebagaimana pendapat
jumhur ulama karena banyak hadits yang menyebutkan ‘Ramadhan’ tanpa ‘Syahru
(bulan)’.
Hadits 7
أن شهر رمضان متعلق بين السماء والأرض لا يرفع إلا بزكاة الفطر
“Bulan Ramadhan bergantung di antara langit dan bumi. Tidak ada yang
dapat mengangkatnya kecuali zakat fithri.”
Hadits ini disebutkan oleh Al Mundziri di At Targhib Wat Tarhib
(2/157). Al Albani mendhaifkan hadits ini dalam Dhaif At Targhib (664),
dan Silsilah Ahadits Dhaifah (43).
Yang benar, jika dari hadits ini terdapat orang yang meyakini bahwa puasa
Ramadhan tidak diterima jika belum membayar zakat fithri, keyakinan ini salah,
karena haditsnya dhaif. Zakat fithri bukanlah syarat sah puasa Ramadhan, namun
jika seseorang meninggalkannya ia mendapat dosa tersendiri.
Hadits 8
رجب شهر الله ، وشعبان شهري ، ورمضان شهر أمتي
“Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah
bulan umatku.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Adz Dzahabi di Tartibul Maudhu’at (162,
183), Ibnu Asakir di Mu’jam Asy Syuyukh (1/186).
Hadits ini didhaifkan oleh di Asy Syaukani di Nailul Authar (4/334),
dan Al Albani di Silsilah Adh Dhaifah (4400). Bahkan hadits
ini dikatakan hadits palsu oleh banyak ulama seperti Adz Dzahabi di Tartibul
Maudhu’at (162, 183), Ash Shaghani dalam Al Maudhu’at (72),
Ibnul Qayyim dalam Al Manaarul Munif (76), Ibnu Hajar Al
Asqalani dalam Tabyinul Ujab (20).
Hadits 9
من فطر صائما على طعام وشراب من حلال صلت عليه الملائكة في ساعات شهر رمضان
وصلى عليه جبرائيل ليلة القدر
“Barangsiapa memberi hidangan berbuka puasa dengan makanan dan minuman
yang halal, para malaikat bershalawat kepadanya selama bulan Ramadhan dan
Jibril bershalawat kepadanya di malam lailatul qadar.”
Hadist ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Majruhin (1/300),
Al Baihaqi di Syu’abul Iman (3/1441), Ibnu ‘Adi dalam Al
Kamil Adh Dhuafa (3/318), Al Mundziri dalam At Targhib Wat
Tarhib (1/152)
Hadits ini didhaifkan oleh Ibnul Jauzi di Al Maudhuat (2/555),
As Sakhawi dalam Maqasidul Hasanah (495), Al Albani dalamDhaif
At Targhib (654)
Yang benar,orang yang memberikan hidangan berbuka puasa akan mendapatkan
pahala puasa orang yang diberi hidangan tadi, berdasarkan hadits:
من فطر صائما كان له مثل أجره ، غير أنه لا ينقص من أجر الصائم شيئا
“Siapa saja yang memberikan hidangan berbuka puasa kepada orang lain
yang berpuasa, ia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa sedikitpun
mengurangi pahalanya.” (HR. At Tirmidzi no 807, ia berkata: “Hasan
shahih”)
Hadits 10
رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر . قالوا : وما الجهاد الأكبر ؟ قال :
جهاد القلب
“Kita telah kembali dari jihad yang kecil menuju jihad yang besar.” Para sahabat bertanya: “Apakah jihad yang besar itu?”
Beliau bersabda: “Jihadnya hati melawan hawa nafsu.”
Menurut Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya (2/6)
hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Az Zuhd. Ibnu Hajar
Al Asqalani dalam Takhrijul Kasyaf (4/114) juga mengatakan
hadits ini diriwayatkan oleh An Nasa’i dalam Al Kuna.
Hadits ini adalah hadits palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam
di Majmu Fatawa (11/197), juga oleh Al Mulla Ali Al Qari
dalam Al Asrar Al Marfu’ah (211). Al Albani dalam Silsilah
Adh Dhaifah (2460) mengatakan hadits ini Munkar.
Hadits ini sering dibawakan para khatib dan dikaitkan dengan Ramadhan,
yaitu untuk mengatakan bahwa jihad melawan hawa nafsu di bulan Ramadhan lebih
utama dari jihad berperang di jalan Allah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
berkata, “Hadits ini tidak ada asalnya. Tidak ada seorang pun ulama hadits yang
berangapan seperti ini, baik dari perkataan maupun perbuatan Nabi. Selain itu
jihad melawan orang kafir adalah amal yang paling mulia. Bahkan jihad yang
tidak wajib pun merupakan amalan sunnah yang paling dianjurkan.” (Majmu’
Fatawa, 11/197). Artinya, makna dari hadits palsu ini pun tidak benar
karena jihad berperang di jalan Allah adalah amalan yang paling mulia. Selain
itu, orang yang terjun berperang di jalan Allah tentunya telah berhasil
mengalahkan hawa nafsunya untuk meninggalkan dunia dan orang-orang yang ia
sayangi.
Hadits 11
قال وائلة : لقيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم عيد فقلت : تقبل الله منا
ومنك ، قال : نعم تقبل الله منا ومنك
“Wa’ilah berkata, “Aku bertemu dengan Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam pada hari Ied, lalu aku berkata: Taqabbalallahu minna wa minka.” Beliau
bersabda: “Ya, Taqabbalallahu minna wa minka.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Majruhin (2/319),
Al Baihaqi dalam Sunan-nya (3/319), Adz Dzahabi dalam Al
Muhadzab (3/1246)
Hadits ini didhaifkan oleh Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhuafa (7/524),
oleh Ibnu Qaisirani dalam Dzakiratul Huffadz(4/1950), oleh Al
Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (5666).
Yang benar, ucapan ‘Taqabbalallahu Minna Wa
Minka’ diucapkan sebagian sahabat berdasarkan sebuah riwayat:
كان أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا التقوا يوم العيد يقول بعضهم لبعض
: تقبل الله منا ومنك
Artinya:
“Para sahabat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam biasanya ketika saling berjumpa di hari Ied mereka
mengucapkan: Taqabbalallahu Minna Wa Minka (Semoga Allah menerima amal ibadah
saya dan amal ibadah Anda)”
Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al Mughni (3/294),
dishahihkan oleh Al Albani dalam Tamamul Minnah(354). Oleh karena
itu, boleh mengamalkan ucapan ini, asalkan tidak diyakini sebagai hadits
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.
Hadits 12
خمس تفطر الصائم ، وتنقض الوضوء : الكذب ، والغيبة ، والنميمة ، والنظر بالشهوة
، واليمين الفاجرة
“Lima hal yang membatalkan puasa dan membatalkan wudhu: berbohong,
ghibah, namimah, melihat lawan jenis dengan syahwat, dan bersumpah palsu.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Jauraqani di Al Abathil (1/351),
oleh Ibnul Jauzi di Al Maudhu’at (1131)
Hadits ini adalah hadits palsu, sebagaimana dijelaskan Ibnul Jauzi di Al
Maudhu’at (1131), Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (1708).
Yang benar, lima
hal tersebut bukanlah pembatal puasa, namun pembatal pahala puasa. Sebagaimana
hadits:
من لم يدع قول الزور والعمل به والجهل ، فليس لله حاجة أن يدع طعامه وشرابه
“Orang yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengamalkannya, serta
mengganggu orang lain, maka Allah tidak butuh terhadap puasanya.” (HR. Bukhari,
no.6057)
Demikian, semoga Allah memberi kita taufiq untuk senantiasa berpegang teguh
pada ajaran Islam yang sahih. Mudah-mudahan Allah melimpahkan rahmat dan
ampunannya kepada kita di bulan mulia ini. Semoga amal-ibadah di bulan suci ini
kita berbuah pahala di sisi Rabbuna Jalla Sya’nuhu.
وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
***
Disusun oleh: Yulian Purnama
Muraja’ah: Ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id
Komentar AHSI
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, menceritakan bahwasanya di mendengar
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda : ” Apa yang aku larang kalian
dari (mengerjakan)-nya maka jauhilah ia, dan apa yang aku perintahkan kalian
untuk (melakukan)-nya maka lakukanlah sesuai dengan kemampuan kalian, karena
sesungguhnya yang menghancurkan orang-orang yang sebelum kalian adalah karena
banyaknya pertanyaan-pertanyaan mereka (yang mereka ajukan) dan perselisihan
mereka dengan para Nabi-Nabi (yang diutus kepada) mereka “. (H.R.Bukhari dan
Muslim).
Takhrij Hadits secara global
Hadits dengan lafazh diatas dikeluarkan oleh Imam Muslim saja dari riwayat
az-Zuhri dari Sa’id bin al-Musayyab dan Abu salamah; keduanya dari Abu
Hurairah, begitu juga dikeluarkan oleh Imam Bukhari, Imam Ahmad dan an-Nasai
serta ditashhih oleh Imam Ibnu Hibban.
Makna Hadits secara Global
Dalam hadits tersebut kita diperintahkan untuk hanya melakukan apa yang
diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dan menjauhi apa
saja yang dilarang oleh beliau. Larangan tersebut dimaksudkan agar kita tidak
terjebak dengan apa yang telah menimpa umat-umat terdahulu yang hancur dan
binasa gara-gara terlalu banyak bertanya kepada Nabi-Nabi mereka tentang
sesuatu yang tidak ada faedahnya begitu juga seringnya mereka berselisih dan
membantah Nabi-Nabi mereka tersebut. Mengamalkan hadits lemah dan Palsu
termasuk larangan tersebut.
“Barangsiapa yang telah berdusta terhadapku secara sengaja, maka
hendaklah dia mempersiapkan tempat duduknya di dalam neraka.” (Hadis
Sahih Mutawatir)antara lain di shahih bukhori dan shahih Muslim.
Cikarang Barat , 17 Sya'ban 1432 H / 18Juli 2011 JAM . 00 .50
WIB
Tukang: Baru mencari Ilmu, Herbalis, Thibbun Nabawy, Penjual Buku Islam dan
Advokat (0811195824)
ABU Hada SUKPANDIAR IBNU MUHAMMAD IDRIS
0 comments:
Post a Comment