Masalah kesehatan reproduksi remaja
dewasa ini perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh, mengingat saat ini
sudah terjadi pergeseran norma dalam masyarakat khususnya remaja, dimana
pergaulan menjadi lebih luas dan bebas, ditunjang dengan sarana mass media yang
semakin maju sehingga para remaja lebih banyak mendapatkan pengetahuan bukan
dari pihak yang seharusnya.
Pembicaraan mengenai seksualitas
remaja bukanlah hal yang tabu lagi untuk dibicarakan, begitu komentar banyak
pakar.
Tapi apakah sudah begitu kenyataannya?
Tentu tidak banyak yang mengetahui mengenai fakta bahwa: “orang yang berusia
delapan belas sampai dua puluh sembilan tahun berhubungan seks rata-rata 112
kali setahun, dibandingkan dengan 86 kali setahun pada orang yang berusia tiga
puluh sampai empat puluh sembilan tahun, dan 58 kali pada pasangan yang berusia
lima puluh sampai lima puluh sembilan tahun. Selanjutnya mulai meningkat
kembali menjadi 68 kali sat berusia enam puluh sampai enam puluh sembilan
tahun.” Kecuali mereka mencari tahu
sendiri faktanya melalui sumber-sumber tertentu sepeti buku ataupun internet.
Sedangkan para guru biologi, di mana peran mereka mengajarkan muridnya tentang
seksualitas remaja yang konon sudah tidak tabu lagi untuk dibicarakan?
Seingat saya sub bahasan mengenai
organ reproduksi manusia dibahas pada kelas I SMA, dan tidak ada apa-apa yang
kami dapat dari pelajaran itu selain penjelasan mengenai apa itu vas diferens,
indung telur, sperma, ataupun rektum beserta hormon-hormonnya yang terkenal
seperti estrogen, testoteron, dan progesteron, ditambah lagi LH dan FSH. Yang
kalau diingat-ingat, murni teoritikal.
Saya rasa, tidak satupun teman-teman
saya yang rata-rata berusia delapan belas tahun yang pernah melakukan hubungan
seks (kebanyakan pria) sebelumnya mengerti apa yang akan terjadi kepada
kesehatan reproduksinya jika dia melakukan itu tanpa persiapan apa-apa. Berani
taruhan (walau hukumnya haram), tidak ada satupun dari mereka menyiapkan kondom
saat mereka mengunjungi pusat-pusat lokalisasi. Mungkin melihatnya pun mereka
tidak pernah.
Mungkinkah itu penyebab timbulnya
HIV/AIDS? Bisa saja.
Tanyakan saja kepada istri-istri dari suami-suami berwajah pas-pasan, apa yang dijawab suaminya ketika mereka bertanya tentang keperjakaan suaminya. Paling tidak berkisar antara, mereka memang sudah pernah melakukannya, atau yang terparah – justru sering melakukannya sebelum menikah, berganti-ganti pasangan tanpa alat pengaman apapun.
Tanyakan saja kepada istri-istri dari suami-suami berwajah pas-pasan, apa yang dijawab suaminya ketika mereka bertanya tentang keperjakaan suaminya. Paling tidak berkisar antara, mereka memang sudah pernah melakukannya, atau yang terparah – justru sering melakukannya sebelum menikah, berganti-ganti pasangan tanpa alat pengaman apapun.
Dan apa yang terjadi pada suami-suami
berwajah tampan? Sama saja.
Remaja hanya mengetahui bagaimana cara mengimitasi sahabat-sahabat mereka, bagaimana cara menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka yang tak terjawab. Dan mereka tak memperhitungkan apa yang akan terjadi bertahun-tahun kemudian. Bukan saja mereka yang nantinya menjadi korban, tapi juga pasangan mereka kelak. Sehingga tak jarang banyak sekali istri-istri yang mengadu mengidap kista sebesar telur puyuh beberapa saat setelah perkawinan mereka, atau seorang bayi yang lahir positif HIV/AIDS karena tertular oleh ibu kandungnya yang mengidap penyakit tersebut.
Remaja hanya mengetahui bagaimana cara mengimitasi sahabat-sahabat mereka, bagaimana cara menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka yang tak terjawab. Dan mereka tak memperhitungkan apa yang akan terjadi bertahun-tahun kemudian. Bukan saja mereka yang nantinya menjadi korban, tapi juga pasangan mereka kelak. Sehingga tak jarang banyak sekali istri-istri yang mengadu mengidap kista sebesar telur puyuh beberapa saat setelah perkawinan mereka, atau seorang bayi yang lahir positif HIV/AIDS karena tertular oleh ibu kandungnya yang mengidap penyakit tersebut.
Mungkin dengan cara seorang ayah
menjelaskan kepada putranya tentang bahaya-bahaya seks pranikah atau seorang
ibu yang mewanti-wanti putrinya untuk tidak menyerahkan keperawanannya sebelum
berumah tangga saja hal itu dapat diatasi. Karena jauh dari apapun, keluarga
adalah sumber pengetahuan utama yang dipercayai oleh anak-anak dan remaja.
Namun media massa
tentu saja juga berperan penting untuk menambah kepercayaan itu, bisa saja
dengan mengadakan penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi remaja atau
menayangkan pentingnya menjaga kesehatan reproduksi melalui program-program
televisi dan surat
kabar-surat kabar.
Dan akhirnya, semuanya tergantung
kepada kita sebagai bagian dari masyarakat untuk memperbaiki semuanya dari
akar-akarnya.
A.
EFEKTIFITAS PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
Program Kesehatan Reproduksi Remaja
(KRR) merupakan program yang dilaksanakan oleh penyuluh Kantor KB, yang
bertujuan meningkatkan pemahaman, sikap dan perilaku positif remaja tentang
kesehatan dan hak-hak reproduksi, guna meningkatkan derajat kesehatan
reproduksinya dan mempersiapkan kehidupan berkeluarga dalam mendukung upaya
peningkatan kualitas generasi mendatang. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dalam penyuluhan Program KRR
tersebut.
Jenis
penelitian ini adalah studi evaluasi dengan model CIPP. Model ini dikembangkan
oleh Daniel L Stufflebeam dari Ohio University Amerika Serikat dengan 4 sasaran
penilaian yati penilaian konteks, input, proses dan produk.
Pendekatan
kualitatif digunakan peneliti untuk mengumpulkan data berupa kata-kata dalam
kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih dari sekedar angka atau jumlah.
Pengumpulan data dilakukan melalui teknik wawancara, observasi dan dokumentasi.
Data yang terkumpul tersebut kemudian dianalisa melalui reduksi data, penyajian
data dan penarikan kesimpulan serta diversifikasi untuk memperoleh kemantapan
hasil.
Penilaian
konteks berdasarkan pada latar belakang, tujuan, dan sasaran program. Penilaian
input meliputi software (pelaksana program) dan hardware (dana dan sarana) yang
digunakan dalam pelaksanaan program tersebut. Penilaian software menunjukkan
bahwa 2 orang penyuluh KRR memenuhi kualifikasi dan sangat potensial sebagai
pelaksana program yang baik. Dana program masih perlu ditingkatkan sedangkan
sarana yang tersedia sudah cukup memadai.
Penilaian
proses menunjukkan bahwa proses penyuluhan KRR sudah cukup baik, yaitu dengan
memberikan informasi seputar kesehatan reproduksi dan masalah kenakalan remaja
lainnya. Meskipun hasil yang diraih belum tercapai secara optimal, penilaian produk
pada program KRR ini cukup baik dan bermanfaat untuk bekal remaja dalam
kehidupannya kelak.
Meskipun
dampak program pada perubahan perilaku peserta penyuluhan belum tercapai dengan
baik, namun program KRR ini sudah mampu memberikan dampak positif bagi
masyarakat yaitu meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya informasi
KRR bagi remajanya dan juga berdampak bagi penyuluh KRR sendiri. Untuk proses
pengembangan dan perbaikan program KRR, sebaiknya pelaksana program mulai
membenahi teknik komunikasi penyuluhan dan memanfaatkan sarana secara maksimal
sehingga hasil yang dicapai juga meningkat. Kantor KB juga harus memperhatikan
proses kontinyuitas penyuluhan KRR di sekolah.
Masalah kesehatan reproduksi dan seksualitas
remaja masih terabaikan. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus kehamilan di
luar nikah, aborsi tanpa peduli keselamatan jiwa. Sebagian remaja—berusia 14
hingga 24 tahun—pengetahuan mereka tentang resiko melakukan hubungan seks masih
rendah. “Ini adalah realita yang terjadi di kalangan remaja sekarang. Kurangnya
informasi mengenai seksualitas dan reproduksi menjadi pemicu terjadi kehamilan
di luar nikah, aborsi dan memicu terserangnya HIV/AIDS”
Harapan
kita sekarang cukup beralasan karena usia remaja seharusnya memiliki
sikap dan tingkah laku bertanggung jawab mengenai proses reproduksi serta
dapat melakukan berbagai tindakan pengobatan bila memiliki permasalahan
dengan sistem, proses dan fungsi alat reproduksi.
“Pengenalan sistem proses dan fungsi reproduksi yang dimiliki remaja penting diberikan. Seringkali, remaja tahu tentang itu dari media elektronik, seperti televisi, internet. Orangtua masih kurang memberi informasi tentang itu, Sementara, di sekolah remaja hanya diberi pengetahuan sangat terbatas—melalui pelajaran Biologi—tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). ungkapnya. Dalam penyampaikan materi tentang informasi kesehatan reproduksi perlu diberikan sedini mungkin—tentunya dengan cara berbeda-beda pada setiap tingkatan kelompok umur. Salah satu solusinya, yakni melalui program promotif, preventif dan kuratif. Kegiatan tersebut dimaksud meningkatkan promosi kesehatan reproduksi remaja, advokasi kesehatan reproduksi dan memberikan konseling kepada remaja.
Idealnya,
seorang anak sebelum masa puberitas, paling tidak telah mengetahui sistem.
proses, dan fungsi reproduksi secara sederhana. Pada masa puberitas, remaja
akan mengalami perubahan seperti mendapatkan menstruasi bagi perempuan dan
mimpi basah untuk laki-laki. Dengan adanya informasi kesehatan reproduksi
remaja para remaja tidak lagi mengalami rasa bersalah, kebingungan dan
stres,”.
|
Masalah HIV AIDS, sampai kini memang mendengar kata
HIV/AIDS seperti momok yang mengerikan. Padahal jika dipahami secara logis,
HIV/AIDS bisa dengan mudah dihindari.
Permasalahan
HIV/AIDS sejak lama, telah menjadi isu bersama yang terus menyedot perhatian
berbagai kalangan, terutama sektor kesehatan. Namun sesungguhnya masih banyak
informasi dan pemahaman tentang permasalahan kesehatan ini yang masih belum
diketahui lebih jauh oleh masyarakat.
HIV
adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat dalam cairan tubuh seseorang seperti
darah, cairan kelamin (air mani atau cairan vagina yang telah terinfeksi) dan
air susu ibu. Sedangkan AIDS adalah sindrom menurunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh HIV. Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular oleh berbagai
macam penyakit karena sistem kekebalan tubuh penderita telah menurun.HIV dapat
menular ke orang lain melalui :
- Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom) dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
- Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian(seperti pecandu Narkoba)
- Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV
- Ibu penderita HIV Positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI)
Lebih
dari 80% infeksi HIV diderita oleh kelompok usia produktif terutama laki-laki,
tetapi proporsi penderita HIV perempuan cenderung meningkat. Infeksi pada bayi
dan anak, 90 % terjadi dari Ibu pengidap HIV. Hingga beberapa tahun, seorang
pengidap HIV tidak menunjukkan gejala-gejala klinis tertular HIV, namun
demikian orang tersebut dapat menularkan kepada orang lain. Setelah itu, AIDS
mulai berkembang dan menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala.Tanda-tanda
klinis penderita AIDS :
- Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan
- Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
- Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan
- Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis
- Dimensia/HIV ensefalopati
Gejala
minor :
- Batuk menetap lebih dari 1 bulan
- Dermatitis generalisata yang gatal
- Adanya Herpes zoster multisegmental dan berulang
- Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
HIV
dan AIDS dapat menyerang siapa saja. Namun pada kelompok rawan mempunyai risiko
besar tertular HIV penyebab AIDS, yaitu :
- Orang yang berperilaku seksual dengan berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom
- Pengguna narkoba suntik yang menggunakan jarum suntik secara bersama-sama
- Pasangan seksual pengguna narkoba suntik
- Bayi yang ibunya positif HIV
Pendeteksian HIV AIDS perlu dilakukan
Skrining Dengan Teknologi Modern,
Sebagian besar test HIV adalah test antibodi yang mengukur antibodi yang dibuat
tubuh untuk melawan HIV. Ia memerlukan waktu bagi sistim imun untuk memproduksi
antibodi yang cukup untuk dideteksi oleh test antibodi.
Periode
waktu ini dapat bervariasi antara satu orang dengan orang lainnya. Sebagian
besar orang akan mengembangkan antibodi yang dapat dideteksi dalam waktu 2
sampai 8 minggu. Bagaimanapun, terdapat kemungkinan bahwa beberapa individu
akan memerlukan waktu lebih lama untuk mengembangkan antibodi yang dapat
terdeteksi.
Maka,
jika test HIV awal negatif dilakukan dalam waktu 3 bulan setelah kemungkinan
pemaparan kuman, test ulang harus dilakukan sekitar 3 bulan kemudian, untuk
menghindari kemungkinan hasil negatif palsu. 97% manusia akan mengembangkan
antibodi pada 3 bulan pertama setelah infeksi HIV terjadi. Pada kasus yang
sangat langka, akan diperlukan 6 bulan untuk mengembangkan antibodi terhadap
HIV.
Jika
seorang pasien mendapatkan hasil HIV positif, itu tidak berarti bahwa pasangan
hidup dia juga positif. HIV tidak harus ditransmisikan setiap kali terjadi
hubungan seksual. Satu-satunya cara untuk mengetahui apakah pasangan hidup
pasien tersebut mendapat HIV positif atau tidak adalah dengan melakukan test HIV
terhadapnya.Test HIV selama kehamilan adalah penting, sebab terapi anti-viral
dapat meningkatkan kesehatan ibu dan menurunkan kemungkinan dari wanita hamil
yang HIV positif untuk menularkan HIV pada anaknya pada sebelum, selama, atau
sesudah kelahiran. Terapi sebaiknya dimulai seawal mungkin pada masa kehamilan.
0 comments:
Post a Comment