Tuesday, January 15, 2013

KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA – PENTINGNYA SOSIALISASI SEJAK DINI



Masalah kesehatan reproduksi remaja dewasa ini perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh, mengingat saat ini sudah terjadi pergeseran norma dalam masyarakat khususnya remaja, dimana pergaulan menjadi lebih luas dan bebas, ditunjang dengan sarana mass media yang semakin maju sehingga para remaja lebih banyak mendapatkan pengetahuan bukan dari pihak yang seharusnya.  
Pembicaraan mengenai seksualitas remaja bukanlah hal yang tabu lagi untuk dibicarakan, begitu komentar banyak pakar.

Tapi apakah sudah begitu kenyataannya? Tentu tidak banyak yang mengetahui mengenai fakta bahwa: “orang yang berusia delapan belas sampai dua puluh sembilan tahun berhubungan seks rata-rata 112 kali setahun, dibandingkan dengan 86 kali setahun pada orang yang berusia tiga puluh sampai empat puluh sembilan tahun, dan 58 kali pada pasangan yang berusia lima puluh sampai lima puluh sembilan tahun. Selanjutnya mulai meningkat kembali menjadi 68 kali sat berusia enam puluh sampai enam puluh sembilan tahun.”   Kecuali mereka mencari tahu sendiri faktanya melalui sumber-sumber tertentu sepeti buku ataupun internet. Sedangkan para guru biologi, di mana peran mereka mengajarkan muridnya tentang seksualitas remaja yang konon sudah tidak tabu lagi untuk dibicarakan?

Seingat saya sub bahasan mengenai organ reproduksi manusia dibahas pada kelas I SMA, dan tidak ada apa-apa yang kami dapat dari pelajaran itu selain penjelasan mengenai apa itu vas diferens, indung telur, sperma, ataupun rektum beserta hormon-hormonnya yang terkenal seperti estrogen, testoteron, dan progesteron, ditambah lagi LH dan FSH. Yang kalau diingat-ingat, murni teoritikal.
Saya rasa, tidak satupun teman-teman saya yang rata-rata berusia delapan belas tahun yang pernah melakukan hubungan seks (kebanyakan pria) sebelumnya mengerti apa yang akan terjadi kepada kesehatan reproduksinya jika dia melakukan itu tanpa persiapan apa-apa. Berani taruhan (walau hukumnya haram), tidak ada satupun dari mereka menyiapkan kondom saat mereka mengunjungi pusat-pusat lokalisasi. Mungkin melihatnya pun mereka tidak pernah.
Mungkinkah itu penyebab timbulnya HIV/AIDS? Bisa saja.
Tanyakan saja kepada istri-istri dari suami-suami berwajah pas-pasan, apa yang dijawab suaminya ketika mereka bertanya tentang keperjakaan suaminya. Paling tidak berkisar antara, mereka memang sudah pernah melakukannya, atau yang terparah – justru sering melakukannya sebelum menikah, berganti-ganti pasangan tanpa alat pengaman apapun.

Dan apa yang terjadi pada suami-suami berwajah tampan? Sama saja.
Remaja hanya mengetahui bagaimana cara mengimitasi sahabat-sahabat mereka, bagaimana cara menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka yang tak terjawab. Dan mereka tak memperhitungkan apa yang akan terjadi bertahun-tahun kemudian. Bukan saja mereka yang nantinya menjadi korban, tapi juga pasangan mereka kelak. Sehingga tak jarang banyak sekali istri-istri yang mengadu mengidap kista sebesar telur puyuh beberapa saat setelah perkawinan mereka, atau seorang bayi yang lahir positif HIV/AIDS karena tertular oleh ibu kandungnya yang mengidap penyakit tersebut.

Mungkin dengan cara seorang ayah menjelaskan kepada putranya tentang bahaya-bahaya seks pranikah atau seorang ibu yang mewanti-wanti putrinya untuk tidak menyerahkan keperawanannya sebelum berumah tangga saja hal itu dapat diatasi. Karena jauh dari apapun, keluarga adalah sumber pengetahuan utama yang dipercayai oleh anak-anak dan remaja.
Namun media massa tentu saja juga berperan penting untuk menambah kepercayaan itu, bisa saja dengan mengadakan penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi remaja atau menayangkan pentingnya menjaga kesehatan reproduksi melalui program-program televisi dan surat kabar-surat kabar.
Dan akhirnya, semuanya tergantung kepada kita sebagai bagian dari masyarakat untuk memperbaiki semuanya dari akar-akarnya.

A. EFEKTIFITAS PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

Program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) merupakan program yang dilaksanakan oleh penyuluh Kantor KB, yang bertujuan meningkatkan pemahaman, sikap dan perilaku positif remaja tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi, guna meningkatkan derajat kesehatan reproduksinya dan mempersiapkan kehidupan berkeluarga dalam mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dalam penyuluhan Program KRR tersebut.
Jenis penelitian ini adalah studi evaluasi dengan model CIPP. Model ini dikembangkan oleh Daniel L Stufflebeam dari Ohio University Amerika Serikat dengan 4 sasaran penilaian yati penilaian konteks, input, proses dan produk.
Pendekatan kualitatif digunakan peneliti untuk mengumpulkan data berupa kata-kata dalam kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih dari sekedar angka atau jumlah. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Data yang terkumpul tersebut kemudian dianalisa melalui reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan serta diversifikasi untuk memperoleh kemantapan hasil.
Penilaian konteks berdasarkan pada latar belakang, tujuan, dan sasaran program. Penilaian input meliputi software (pelaksana program) dan hardware (dana dan sarana) yang digunakan dalam pelaksanaan program tersebut. Penilaian software menunjukkan bahwa 2 orang penyuluh KRR memenuhi kualifikasi dan sangat potensial sebagai pelaksana program yang baik. Dana program masih perlu ditingkatkan sedangkan sarana yang tersedia sudah cukup memadai.
Penilaian proses menunjukkan bahwa proses penyuluhan KRR sudah cukup baik, yaitu dengan memberikan informasi seputar kesehatan reproduksi dan masalah kenakalan remaja lainnya. Meskipun hasil yang diraih belum tercapai secara optimal, penilaian produk pada program KRR ini cukup baik dan bermanfaat untuk bekal remaja dalam kehidupannya kelak.
Meskipun dampak program pada perubahan perilaku peserta penyuluhan belum tercapai dengan baik, namun program KRR ini sudah mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat yaitu meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya informasi KRR bagi remajanya dan juga berdampak bagi penyuluh KRR sendiri. Untuk proses pengembangan dan perbaikan program KRR, sebaiknya pelaksana program mulai membenahi teknik komunikasi penyuluhan dan memanfaatkan sarana secara maksimal sehingga hasil yang dicapai juga meningkat. Kantor KB juga harus memperhatikan proses kontinyuitas penyuluhan KRR di sekolah.

Masalah kesehatan reproduksi dan seksualitas remaja masih terabaikan. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus kehamilan di luar nikah, aborsi tanpa peduli keselamatan jiwa. Sebagian remaja—berusia 14 hingga 24 tahun—pengetahuan mereka tentang resiko melakukan hubungan seks masih rendah. “Ini adalah realita yang terjadi di kalangan remaja sekarang. Kurangnya informasi mengenai seksualitas dan reproduksi menjadi pemicu terjadi kehamilan di luar nikah, aborsi dan memicu terserangnya HIV/AIDS”
Harapan kita sekarang cukup beralasan karena usia remaja seharusnya  memiliki sikap dan tingkah laku bertanggung jawab mengenai proses reproduksi serta dapat melakukan berbagai tindakan pengobatan bila memiliki permasalahan dengan sistem, proses dan fungsi alat reproduksi.
“Pengenalan sistem proses dan fungsi reproduksi yang dimiliki remaja penting diberikan. Seringkali, remaja tahu tentang itu dari media elektronik, seperti televisi, internet. Orangtua masih kurang memberi informasi tentang itu, Sementara, di sekolah remaja hanya diberi pengetahuan sangat terbatas—melalui pelajaran Biologi—tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). ungkapnya.
Dalam penyampaikan materi tentang informasi kesehatan reproduksi perlu diberikan sedini mungkin—tentunya dengan cara berbeda-beda pada setiap tingkatan kelompok umur. Salah satu solusinya, yakni melalui program promotif, preventif dan kuratif.  Kegiatan tersebut dimaksud meningkatkan promosi kesehatan reproduksi remaja, advokasi kesehatan reproduksi dan memberikan konseling kepada remaja.
Idealnya, seorang anak sebelum masa puberitas, paling tidak telah mengetahui sistem. proses, dan fungsi reproduksi secara sederhana. Pada masa puberitas, remaja akan mengalami perubahan seperti mendapatkan menstruasi bagi perempuan dan mimpi basah untuk laki-laki. Dengan adanya informasi kesehatan reproduksi remaja para remaja tidak lagi mengalami rasa bersalah, kebingungan dan stres,”.
 
Masalah HIV AIDS, sampai kini memang mendengar kata HIV/AIDS seperti momok yang mengerikan. Padahal jika dipahami secara logis, HIV/AIDS bisa dengan mudah dihindari.
Permasalahan HIV/AIDS sejak lama, telah menjadi isu bersama yang terus menyedot perhatian berbagai kalangan, terutama sektor kesehatan. Namun sesungguhnya masih banyak informasi dan pemahaman tentang permasalahan kesehatan ini yang masih belum diketahui lebih jauh oleh masyarakat.
HIV adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat dalam cairan tubuh seseorang seperti darah, cairan kelamin (air mani atau cairan vagina yang telah terinfeksi) dan air susu ibu. Sedangkan AIDS adalah sindrom menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular oleh berbagai macam penyakit karena sistem kekebalan tubuh penderita telah menurun.HIV dapat menular ke orang lain melalui :
  • Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom) dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
  • Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian(seperti pecandu Narkoba)
  • Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV
  • Ibu penderita HIV Positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI)
Lebih dari 80% infeksi HIV diderita oleh kelompok usia produktif terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita HIV perempuan cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90 % terjadi dari Ibu pengidap HIV. Hingga beberapa tahun, seorang pengidap HIV tidak menunjukkan gejala-gejala klinis tertular HIV, namun demikian orang tersebut dapat menularkan kepada orang lain. Setelah itu, AIDS mulai berkembang dan menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala.Tanda-tanda klinis penderita AIDS :
  1. Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan
  2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
  3. Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan
  4. Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis
  5. Dimensia/HIV ensefalopati
Gejala minor :
  1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
  2. Dermatitis generalisata yang gatal
  3. Adanya Herpes zoster multisegmental dan berulang
  4. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
HIV dan AIDS dapat menyerang siapa saja. Namun pada kelompok rawan mempunyai risiko besar tertular HIV penyebab AIDS, yaitu :
  1. Orang yang berperilaku seksual dengan berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom
  2. Pengguna narkoba suntik yang menggunakan jarum suntik secara bersama-sama
  3. Pasangan seksual pengguna narkoba suntik
  4. Bayi yang ibunya positif HIV
Pendeteksian HIV AIDS perlu dilakukan Skrining Dengan Teknologi Modern, Sebagian besar test HIV adalah test antibodi yang mengukur antibodi yang dibuat tubuh untuk melawan HIV. Ia memerlukan waktu bagi sistim imun untuk memproduksi antibodi yang cukup untuk dideteksi oleh test antibodi.
Periode waktu ini dapat bervariasi antara satu orang dengan orang lainnya. Sebagian besar orang akan mengembangkan antibodi yang dapat dideteksi dalam waktu 2 sampai 8 minggu. Bagaimanapun, terdapat kemungkinan bahwa beberapa individu akan memerlukan waktu lebih lama untuk mengembangkan antibodi yang dapat terdeteksi.
Maka, jika test HIV awal negatif dilakukan dalam waktu 3 bulan setelah kemungkinan pemaparan kuman, test ulang harus dilakukan sekitar 3 bulan kemudian, untuk menghindari kemungkinan hasil negatif palsu. 97% manusia akan mengembangkan antibodi pada 3 bulan pertama setelah infeksi HIV terjadi. Pada kasus yang sangat langka, akan diperlukan 6 bulan untuk mengembangkan antibodi terhadap HIV.
Jika seorang pasien mendapatkan hasil HIV positif, itu tidak berarti bahwa pasangan hidup dia juga positif. HIV tidak harus ditransmisikan setiap kali terjadi hubungan seksual. Satu-satunya cara untuk mengetahui apakah pasangan hidup pasien tersebut mendapat HIV positif atau tidak adalah dengan melakukan test HIV terhadapnya.Test HIV selama kehamilan adalah penting, sebab terapi anti-viral dapat meningkatkan kesehatan ibu dan menurunkan kemungkinan dari wanita hamil yang HIV positif untuk menularkan HIV pada anaknya pada sebelum, selama, atau sesudah kelahiran. Terapi sebaiknya dimulai seawal mungkin pada masa kehamilan.

0 comments:

Post a Comment