Sunday, December 15, 2013

PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BIREUEN

I.              Pendahuluan
Program peningkatan mutu pendidikan selama ini secara terus menerus selalu dilaksanakan, namun mutu pendidikan yang dicapai kelihatannya masih belum memuaskan. Oleh sebab itu para pendidik hendaknya memainkan peran yang lebih strategis. Para pendidik yang dimaksud adalah tenaga kependidikan pada lembaga pendidikan formal, termasuk di dalamnya supervisor pendidikan.
Menurut struktur Departemen Pendidikan Nasional, bahwa yang termasuk kategori supervisor dalam pendidikan adalah kepala sekolah, penilik sekolah, dan para pengawas di tingkat kabupaten/kotamadya, serta staf kantor bidang yang ada di tiap propinsi (Purwanto, 2002: 78).Dalam Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan (Tim Fokusmedia, 2003: 3). Jadi, termasuk di dalamnya para pengawas yang dalam kedudukannya antara supervisor dan fasilitator diharapkan untuk bekerja keras dalam upaya pemutuan pendidikan. Karena itulah, dapat dirumuskan bahwa pencapaian mutu pendidikan yang tinggi, bukan saja terletak di tangan para guru, tetapi juga terletak di tangan para pengawas. Secara kelembagaan, pengawas sekolah menengah merupakan tenaga kependidikan yang dalam strukturnya berada pada Dinas tingkat kabupaten / kotamadya, ia menangani dalam artian mengawasi beberapa sekolah menengah sesuai dengan wilayah yang diberikan kepadanya. Dalam kaitan ini pengawas sekolah harus memiliki komitmen kuat terhadap jabatan dan statusnya sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
Komitmen pengawas terhadap tugas-tugas kepengawasan sebagaimana yang dijelaskan oleh Danim (2002: 83), menunjukkan keragaman. Hal ini wajar karena masing-masing pengawas memiliki persepsi yang berbeda tentang penjabaran tugas-tugasnya, dan pada sisi lain para pengawas masing-masing berbeda obyek kepengawasannya, misalnya ; bagi si A mengawasi beberapa sekolah yang letaknya jauh dari kota, sementara si B mengawasi beberapa sekolah yang letaknya dikota. Juga pada sisi lain, terjadinya perbedaan identifikasi dan obyek pengawasan. Hal ini semua menyebabkan adanya persepsi kepengawasan yang berbeda-beda, yakni;
Pertama, sebagian memersepsi keputusan untuk memangku jabatan fungsional atau melakukan mutasi dari instansi sebelumnya ke posisi pengawas untuk memperpanjang masa kerja, tanpa menghilangkan komitmen mereka terhadap profesi kepengawasan.
Kedua, sebagian lagi memandang bahwa tugas dan fungsi kepengawasan yang harus dijalankan merupakan panggilan profesi yang melekat pada dirinya, termasuk dalam kapasitas sebagai PNS. Dalam melaksanakan profesinya itu, pada umumnya mereka berpendapat bahwa dimensi eksternal, struktural-institusional, keterbatasan sumber daya teknikal, dan fasilitatif seringkali menjadi sumber kendala. Meskipun begitu, kendala-kendala tersebut tidak mereduksi komitmen mereka untuk menjalankan tugas-tugas kepengawasan. Berkaitan dengan loyalitas, mereka berpendapat bahwa loyalitas pada atasan dan kepada status sebagaiPNS lebih dominan daripada loyalitas kepada profesi kepengawasan. Loyalitas semacam ini melekat pada dirinya karena sudah mengakar sejak mereka diangkat sebagai PNS dan menduduki beberapa jabatan sebelum diangkat sebagai pengawas.
Ketiga, sebagian lagi memandang profesi kepengawasan identik dengan tugas-tugas institusional yang digariskan oleh atasan dan yang melekat pada dirinya sebagai PNS. Mereka berpendapat, loyalitas pada status sebagai PNS adalah mutlak, sedangkan loyalitas pada profesi merupakan hal yang implisit. Persepsi semacam ini mewarnai kinerja keseharian mereka yang cenderung lebih bermental sebagai tenaga administratif dari pada tenaga fungsional.

II.           Kinerja Pengawas Sekolah dalam Upaya Peningkatan Mutu
Tenaga struktural di lingkungan Dinas Pendidikan, terutama dari Kasi ke atas, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dalam menjalankan tugas-tugas kedinasan seringkali berfungsi ganda, yaitu melakukan pembinaan akdemik dan pembinaan adminsitratif. Fungsi pembinaan akademik dijalankan oleh mereka antara lain tatkala menjadi penatar, sedangkan fungsi administratif tetap melekat pada jabatannya.
Berbeda dengan pengawas, termasuk di dalamnya pengawas tingkat menengah yang cenderung melakukan fungsi tunggal, yaitu fungsi pembinaan dan pengembangan profesionalitas kepala sekolah dan guru, serta perbaikan mutu pendidikan tingkat mikro yang ada pada wilayah tugasnya. Kaitannya dengan ini, dan untuk mengetahui peranan kinerja pengawas sebagai tenaga pengembang dideskripsikan oleh Danim (2002: 91), sebagai berikut:
Pertama, dalam melaksanakan fungsi pembinaan dan bimbingan profesional, pada umumnya pengawas sudah tampil pada lingkup tugas dan fungsi yang harus dijalankan.
Kedua, sebagian lagi memandang bahwa pengawas belum memiliki tingkat profesionalitas yang tinggi, namun cukup memadai dalam melaksanakan tugas pembinaan, baik dalam bidang administratif, akademik, maupun teknis.
Ketiga, menurut penilaian atasan, mereka dipandang memiliki kemauan dan kemampuan untuk tumbuh mandiri secara professional; mampu menciptakan hubungan kerjasama dan koordinasi yang baik dengan Kepala Diknas, Kasubdit Dikmenum, dan Dinas Diknas Kabupaten/Kota; dan dapat menjalin hubungan harmonis dengan kepala sekolah dan guru-guru.
Keempat, pengawas cukup berpengalaman dalam bidang kebijakan dan praktik kependidikan, tugas-tugas kepengawasan, banyak aktif di kelompok kerja guru (KKG), dan memiliki pengalaman yang cukup luas dalam bidang organisasi dan kemasyarakatan.
Kelima, pada aspek personal pengawas dipersepsi telah memiliki kemampuan hubungan personal dan sosial yang harmonis.
Keenam, pengawas sendiri merasakan masih ada kelemahan dalam berbagai hal, terutama berkaitan dengan pemilihan strategi efektif dalam menerapkan prinsip, teknik, fungsi dan sasaran supervisi.
Ketujuh, kelemahan itu mereka rasakan juga dalam hal menjalankan tugas, seperti penguasaan bidang studi tertentu, dan penguasaan teori dan praktek BP/BK di sekolah.
Kedelapan, pengawas masih merasakan ada kelemahan dalam hal kompetensi pribadi bagi pelaksanaan pembinaan, pengendalian, dan penilaian terhadap guru dan kepala sekolah, serta kiat melakukan hubungan sosial dan kemasyarakatan.
Berdasarkan persepsi di atas, maka dapat dirumuskan kinerja pengawas sekolah menengah dalam satu sisi dipandang sangat memadai untuk meningkatkan kemampuan profesional, pribadi, dan sosial mereka erat kaitannya dengan tugas-tugas mikro pembelajaran atau untuk pelaksanaan tugas-tugas operasional. Di sisi lain, kinerja pengawas sekolah menengah dianggap simultan untuk mewujudkan peningkatan mutu pendidikan dengan harus melakukan program pembinaan profesional para guru-guru secara kontinyu atau terus-menerus, teratur dan komprehensif.
Dengan demikian, dapat dirumuskan di sini bahwa dalam rangka pemutuan pendidikan khusus pada tingkat sekolah menengah, maka pengawas sekolah menegah tersebut hendaknya melakukan hal-hal berikut :
1.      Membangkitkan dan merangsang semangat guru-guru dan pegawai sekolah lainnya dalam menjalankan tugasnya masing-masing dengan sebaik-baiknya.
2.      Berusaha mengadakan dan melengkapi alat-alat perlengkapan termasuk macam-macam media instruksional yang diperlukan bagi kelancaran proses belajar mengajar yang baik.
3.      Bersama kepala sekolah, guru-guru berusaha mengembangkan, mencari dan menggunakan metode-metode baru dalam proses belajar mengajar yang lebih baik
4.      Membina kerjasa sama yang baik dan harmonis antara kepala sekolah, guru-guru dan ppihak-pihak terkait, termasuk siswa.
5.      Berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan guru-guru dengan melakukan bimbingan baik secara individu maupun secara berkelompok.
Kinerja pengawas sekolah menengah dapat dilihat dari bagaimana upaya mengendalikan dalam artian mengawasi pelaksanan kurikulum, pelaksanaan pengajaran, pengelolaan keuangan sekolah, dan jika kesemuanya ini berjalan dengan baik, praktis bahwa mutu pendidikan mengalami peningkatan yang signifikan. Sebaliknya, bila pengawas sekolah tidak mampu bertindak sebagai pengendali, praktis bahwa kinerjanya dianggap kurang memadai.
Di samping sebagai pengendali, kinerja pengawas sekolah menengah apat dilihat dari kemampuannya dalam melaksanakan program subervisi sekolah, serta memberi petunjuk perbaikan terhadap peyimpangan dalam pengelolaan sekolah.
Yang terpenting pula untuk melihat kinerja pengawas sekolah menengah adalah bagaimana ia melaksanakan tugas-tugas dengan baik dalam hal menilai proses dan hasil pelaksanaan kurikulum berdasarkan ketetapan waktu; menilai pelaksanaan kerja tenaga teknis sekolah; menilai pemanfaatan sarana sekolah; menilai efisiensi dan keefektifan tata usaha sekolah; menilai hubungan kerja sama dengan masyarakat. Jadi, jelaslah bahwa kinerja pengawas sekolah menengah dalam peranannya, ia sebagai supervisi, pengendali dan penilai dalam dunia pendidikan, yang pada gilirannya jika ia memperlihatkan kinerjanya yang efektif dan efisien sesuai dengan kewajiban, maka akan bermuara pada pencapaian mutu pendidikan yang tinggi.

III.        Penutup
Keberhasilan peningkatan mutu pendidikan selama ini yang secara terus menerus selalu dilaksanakan, memiliki keterkaitan erat dengan kinerja pengawas sekolah.Pengawas sekolah menengah di tingkat kabupaten/kotamadya, yang kedudukannya termasuk sebagai sebagai tenaga kependidikan sangat urgen artinya, karena ia bertindak sebagai supervisor, fasilitator, pengendali dan penilai dalam setiap kegiatan pendidikan.
Tugas dan peran yang diemban oleh pengawas sekolah menengah tersebut, jika terlaksana dengan baik sesuai dengan juklak dan peraturan perundang-undangan pendidikan, maka dapat dianggap bahwa ia telah memiliki kinerja yang baik dan pada gilirannya akan bermuara pada peningkatan mutu pendidikan.











KEPUSTAKAAN


Danim, Sudarman.  Inovasi  Pendidikan  dalam  Upaya  Peningkatan
Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2002.

Purwanto, M. Ngalim. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung:
Rodakarya, 1998.

Republik Indonesia. Peraturan pemerintah No. 38 Tahun 1992 tentang Tenaga
Kependidikan. Jakarta: Depdikbud, 1992.

Sidi, Indra Jati (ed). Menuju Masyarakat Belajar; Menggagas Paradigma Baru
Pendidikan. Jakarta: Paramadina, 2001.

Suryadi. A. Tilaar. H.A.R. Analisis Kebijakan Pendidikan; Suatu Pengantar.
IBandung: Remaja karya, 1993.

Tim Redaksi Fokusmedia. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Nomor
20 Tahun 2003. Bandung: Fokusmedia, 2003


0 comments:

Post a Comment