Rukun
nikah yang kedua adalah harus adanya saksi. Sebuah pernikahan tidak syah bila
tidak disaksikan oleh saksi yang memenuhi syarat. Maka sebuah pernikahan siri
yang tidak disaksikan jelas diharamkan dalam Islam. Dalilnya secara syarih
disebutkan oleh Khalifah Umar ra.
Dari
Abi Zubair Al-Makki bahwa Umar bin Al-Khattab ra ditanya tentang menikah yang
tidak disaksikan kecuali oleh seorang laki-laki dan seorang wanita. Maka beliau
berkata :
Ini
adalah nikah sirr, aku tidak membolehkannya. Bila kamu menggaulinya pasti aku
rajam. (HR. Malik dalam
Al-Muwaththo')
1.
Syarat Saksi
Mirip
dengan syarat sebagai wali, untuk bisa dijadikan sebagai saksi, maka seseorang
harus memiliki kriteria antara lain :
1.1.
'Adalah
Ini
adalah syarat yang mutlaq dalam sebuah persaksian pernikahan. Sebab dalilnya
menyebutkan bahwa saksi itu harus adil sebagaimana teks hadits. Yang dimaksud
'adalah (adil) adalah orang yang bebas dari dosa-dosa besar seperti zina,
syirik, durhaka kepada orang tua, minum khamar dan sejenisnya.
Selain
itu seorang yang adil adalah orang yang menjauhi perbuatan dosa-dosa kecil
secara ghalibnya. Termasuk orang yang makan riba (rentenir) dan yang sering
bertransaksi dengan akad-akad ribawi, dianggap tidak adil dan tentunya tidak
syah sebagai seorang saksi.
1.2.
Minimal Dua Orang
Jumlah
ini adalah jumlah minimal yang harus ada. Bila hanya ada satu orang, maka tidak
mencukupi syarat kesaksian pernikahan yang syah. Sebab demikianlah teks hadits
menyebutkan bahwa harus ada 2 (dua) orang saksi yang adil.
Namun
itu hanyalah syarat minimal. Sebaiknya yang menjadi saksi lebih banyak, sebab
nilai 'adalah di masa sekarang ini sudah sangat kecil dan berkurang.
1.3.
Beragama Islam
Kedua
orang saksi itu haruslah beragama islam, bila salah satunya kafir atau
dua-duanya, maka akad itu tidak syah
1.4.
Berakal
Maka
seorang yang kurang waras atau idiot atau gila tidak syah bila menjadi saksi
sebuah pernikahan
1.5.
Sudah Baligh
Maka
seorang anak kecil yang belum pernah bermimpi atau belum baligh, tidak syah
bila menjadi saksi.
1.6.
Merdeka
Maka
seorang budak tidak syah bila mejadi saksi sebuah pernikahan.
1.7.
Laki-laki
Maka
kesaksian wanita dalam pernikahan tidak syah. Bahkan meski dengan dua wanita
untuk penguat, khusus dalam persaksian pernikahan, kedudukan laki-laki dalam
sebuah persaksian tidak bisa digantikan dengan dua wanita.
Abu
Ubaid meriwayatkan dari Az-Zuhri berkata,"Telah menjadi sunnah Rasulullah
SAW ahwa tidak diperkenankan persaksian wanita dalam masalah hudud, nikah dan
talaq.
Namun mazhab Hanafiyah mengatakan bahwa
bila jumlah wanita itu dua orang, maka bisa menggantikan posisi seorang
laki-laki seperti yang disebutkan dalam Al-Quran:
فَإِن
لَّمْ يَكُونَا
رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّن تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاء أَن تَضِلَّ إْحْدَاهُمَا
فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأُخْرَى
...Jika tak ada dua oang lelaki, maka seorang
lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika
seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya....(QS. Al-Baqarah : 282)
2.
Saksi Yang Diminta Merahasiakan Akad Nikah
Dalam
kasus tertentu, untuk menutupi rahasia sering kali sebua pernikahan itu
disaksikan oleh orang tertentu, namun kepada para saksi diminta untuk
merahasiakan pernikahan itu.
Dalam
masalah ini, para ulama mengatakan bahwa akad nikah itu hukumnya syah, namun
dengan karahah (dibenci). Sebab tujuan utama dari adanya persaksian itu tidak
lain adalah untuk mengumumkan. Maka meski akad itu syah namun tetap tidak
dianjurkan. Demikianlah sikap Umar ra, As-Sya'bi, Nafi' dan 'Urwah.
Sedangkan
dalam pandangan Imam Malik, pernikahan yang saksinya merahasiakan apa yang
disaksikan itu harus dipisahkan dengan talak. Dan tidak dibenarkan untuk
menyaksikan pernikahan bisa saksinya dilarang memberitahu pihak lain. Bila
terlanjur menggaulinya, maka harus diserahkan maharnya. Namun kedua saksi itu
tidak dihukum. Demikian riwayat Wahab sebagaimana tertera dalam Fiqhus Sunnah
(2:169).ÿ