Saturday, March 23, 2013

Saksi Dalam Pernikahan




Rukun nikah yang kedua adalah harus adanya saksi. Sebuah pernikahan tidak syah bila tidak disaksikan oleh saksi yang memenuhi syarat. Maka sebuah pernikahan siri yang tidak disaksikan jelas diharamkan dalam Islam. Dalilnya secara syarih disebutkan oleh Khalifah Umar ra.

Dari Abi Zubair Al-Makki bahwa Umar bin Al-Khattab ra ditanya tentang menikah yang tidak disaksikan kecuali oleh seorang laki-laki dan seorang wanita. Maka beliau berkata :

Ini adalah nikah sirr, aku tidak membolehkannya. Bila kamu menggaulinya pasti aku rajam. (HR. Malik dalam Al-Muwaththo')

1. Syarat Saksi

Mirip dengan syarat sebagai wali, untuk bisa dijadikan sebagai saksi, maka seseorang harus memiliki kriteria antara lain :

1.1. 'Adalah

Ini adalah syarat yang mutlaq dalam sebuah persaksian pernikahan. Sebab dalilnya menyebutkan bahwa saksi itu harus adil sebagaimana teks hadits. Yang dimaksud 'adalah (adil) adalah orang yang bebas dari dosa-dosa besar seperti zina, syirik, durhaka kepada orang tua, minum khamar dan sejenisnya.

Selain itu seorang yang adil adalah orang yang menjauhi perbuatan dosa-dosa kecil secara ghalibnya. Termasuk orang yang makan riba (rentenir) dan yang sering bertransaksi dengan akad-akad ribawi, dianggap tidak adil dan tentunya tidak syah sebagai seorang saksi.

1.2. Minimal Dua Orang

Jumlah ini adalah jumlah minimal yang harus ada. Bila hanya ada satu orang, maka tidak mencukupi syarat kesaksian pernikahan yang syah. Sebab demikianlah teks hadits menyebutkan bahwa harus ada 2 (dua) orang saksi yang adil. 

Namun itu hanyalah syarat minimal. Sebaiknya yang menjadi saksi lebih banyak, sebab nilai 'adalah di masa sekarang ini sudah sangat kecil dan berkurang.

1.3. Beragama Islam

Kedua orang saksi itu haruslah beragama islam, bila salah satunya kafir atau dua-duanya, maka akad itu tidak syah

1.4. Berakal

Maka seorang yang kurang waras atau idiot atau gila tidak syah bila menjadi saksi sebuah pernikahan

1.5. Sudah Baligh

Maka seorang anak kecil yang belum pernah bermimpi atau belum baligh, tidak syah bila menjadi saksi.

1.6. Merdeka

Maka seorang budak tidak syah bila mejadi saksi sebuah pernikahan.

1.7. Laki-laki

Maka kesaksian wanita dalam pernikahan tidak syah. Bahkan meski dengan dua wanita untuk penguat, khusus dalam persaksian pernikahan, kedudukan laki-laki dalam sebuah persaksian tidak bisa digantikan dengan dua wanita.

Abu Ubaid meriwayatkan dari Az-Zuhri berkata,"Telah menjadi sunnah Rasulullah SAW ahwa tidak diperkenankan persaksian wanita dalam masalah hudud, nikah dan talaq.

      Namun mazhab Hanafiyah mengatakan bahwa bila jumlah wanita itu dua orang, maka bisa menggantikan posisi seorang laki-laki seperti yang disebutkan dalam Al-Quran:

فَإِن لَّمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّن تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاء أَن تَضِلَّ إْحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأُخْرَى
 ...Jika tak ada dua oang lelaki, maka seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya....(QS. Al-Baqarah : 282)

2. Saksi Yang Diminta Merahasiakan Akad Nikah

Dalam kasus tertentu, untuk menutupi rahasia sering kali sebua pernikahan itu disaksikan oleh orang tertentu, namun kepada para saksi diminta untuk merahasiakan pernikahan itu.

Dalam masalah ini, para ulama mengatakan bahwa akad nikah itu hukumnya syah, namun dengan karahah (dibenci). Sebab tujuan utama dari adanya persaksian itu tidak lain adalah untuk mengumumkan. Maka meski akad itu syah namun tetap tidak dianjurkan. Demikianlah sikap Umar ra, As-Sya'bi, Nafi' dan 'Urwah.

Sedangkan dalam pandangan Imam Malik, pernikahan yang saksinya merahasiakan apa yang disaksikan itu harus dipisahkan dengan talak. Dan tidak dibenarkan untuk menyaksikan pernikahan bisa saksinya dilarang memberitahu pihak lain. Bila terlanjur menggaulinya, maka harus diserahkan maharnya. Namun kedua saksi itu tidak dihukum. Demikian riwayat Wahab sebagaimana tertera dalam Fiqhus Sunnah (2:169).ÿ